Jumat, 30 Desember 2011

Tentang cita-cita dan sebuah cerita dari Gunung para Dewa ,..


,..............................................................................
Kami ingin menikmati akhir tahun ini bersama kabut tipis
yang turun menelusuri lembah kasih "Ranu Kumbolo",...
Menapaki "Tanjakan Cinta",...
dan merebahkan sejenak rasa lelah ini di hamparan luas "Oro-Oro Ombo",..
merenungi bekas aliran lahar di "Kalimati"
menyampaikan salam keagungan pada jurang-jurang di sekitar "Arcopodo"
hingga akhirnya kami berharap dapat menyapa surya di balik "Mahameru"
yang selalu bergemuruh,...
.....................................


Kerinduan itu pun akhirnya terbayar sudah, setelah cita-cita menjejakkan kaki di gunung tertinggi Pulau Jawa terpenuhi minggu lalu (Tanggal 24-27 Desember). Rasanya seperti reuni, karena beberapa teman yang ikut pendakian kali ini adalah teman-teman seperjuangan di gunung Arjuno satu tahun lalu. Lebih istimewa lagi karena pada pendakian kali ini, calon Istriku ikut bersama teman-teman gurunya.

Memang kebahagiaan ini belum terasa lengkap karena kami gagal menggapai Mahameru dikarenakan badai dan cuaca yang sangat buruk di puncak. Tetapi tak apalah, karena kami telah berjanji kepada Mahameru dan Jonggring Saloka untuk kembali lagi suatu saat nanti.


Aku sendiri sudah memendam keinginan untuk mendaki gunung Semeru sejak lama sekali, bahkan sebelum aku lulus menjadi dokter. Ketika teman-teman satu kontrakanku mendaki Semeru, aku tidak bisa ikut karena aku harus ujian semester. Ketika ada ajakan lagi dari teman sekampus untuk medaki Semeru (Kholis),  aku juga tidak bisa ikut karena sedang sakit. Dua kali melewatkan kesempatan untuk menyapa sejuknya gunung yang merenggut nyawa Soe hok Gie ini membuatku benar-benar penasaran untuk segera mendaki gunung ini.

Kesempatan itu pun akhirnya tiba. Kini aku telah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter, dan sudah bekerja di beberapa klinik di Surabaya. Sambil menunggu pelantikan dan pengambilan sumpah dokter, juga demi merayakan kelulusanku dalam menghadapi UKDI, maka akhir tahun 2011 ini aku anggap sebagai waktu yang tepat untuk menuntaskan rasa penasaranku akan gunung yang ternyata sangat indah ini. Ya, aku memutuskan untuk mendaki gunung Semeru pada akhir tahun ini.

Aku bersyukur terhadap semua yang telah Allah berikan padaku selama ini. Kisah yang rumit hingga perjalanan hidup yang panjang nan keras membuatku sedikit banyak tahu bagaimana menghargai suatu  kehidupan.

Aku coba kembali merunut kejadian-kejadian yang pernah aku lewati. Aku adalah anak kecil dari desa yang ditinggal ayahku pergi untuk selama-lamanya pada saat aku duduk di bangku sekolah dasar, beliau menderita sakit parah sejak kecil dan hal terakhir yang aku ingat adalah kedua kakinya bengkak menjelang kematiannya (Pada akhirnya aku tahu kalau inilah yang disebut decomp.Cordis). Ayahku meninggalkan satu istri dan dua orang anak yang masih kecil, aku yang masih berumur 10 tahun dan adikku yang masih berumur 2 tahun. Perubahan besar inilah yaang pada akhirnya mengarahkan hidup dan cita-citaku.

Sejak kematian ayahku, aku melihat ummiku tiap malam menangis, aku tahu beliau berdoa untuk ayahku dan kedua anaknya yang nakal ini. Ummi tidak bekerja sebelumnya, dan ayahku hanya PNS biasa. Praktis untuk bertahan hidup kami hanya mengandalkan uang pensiunan ayahku yang jelas tidak akan mencukupi untuk keluarga kami.

Aku tahu kondisi saat itu membuat ummiku harus bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi keluarga kecil kami. Beliau menjalani pekerjaan sebagai buruh jahit , yang penghasilannya tidak seberapa namun paling tidak cukup untuk menghidupi kami pada saat itu. Sejak saat itu ummiku pun berubah menjadi keras dalam mendidik anak-anaknya dan aku sangat paham akan hal itu. Tiap hari ummiku menasehati dan mengajarkanku bagaimana kita harus bertahan hidup pada situasi ini. Ada satu nasihat yang sampai saat ini masih terngiang di kepalaku, dan nasihat itulah yang sedikit banyak mempengaruhi hidupku saat itu hingga sekarang.

Sepeninggal ayahku, keluarga kami bukanlah keluarga yang mampu seperti dulu, kami tak ubahnya seperti kebanyakan orang yang harus susah payah untuk bisa bertahan hidup. Oleh karena itu Ummi selalu berpesan padaku seperti ini,

"Orang-orang seperti kita ini tidak ada yang bisa dibanggakan nak!, kecuali hanya ke-pinteran,..kalau orang itu pinter, InsyaAllah jalan rejeki itu mudah,..ummi pesen sama sampean supaya belajar dengan baik dan sungguh-sungguh, supaya bisa mengangkat derajat keluarga dan membanggakan ayah sama ummimu ini,...!",

Ya Allah,...aku menangis tiap mendengar ummiku berpesan seperti ini,...dan setiap hari beliau selalu mengingatkanku akan pentingnya menjadi orang yang pinter. Sejak saat itu aku berjanji dalam hati dan pada ummiku, aku akan menjadi orang yang pinter, supaya aku bisa mendapat beasiswa sehingga ummi tidak repot-repot mengeluarkan biaya sekolah untukku.

Sejak saat itu aku berjanji untuk belajar setiap hari dan aku rela mengorbankan waktu bermainku demi melihat ummiku tersenyum. Setiap hari aku tidak pernah mengeluh ketika aku harus belajar bersama suara hentakan mesin jahit ummiku yang berisik, meskipun aku tahu itu akan mengganggu konsentrasiku, tapi aku tahu bahwa inilah satu-satunya sumber penghidupan kami.

Aku tahu setiap hari ummiku bangun di sepertiga malam terakhir untuk menunaikan sholat tahajjud demi mendoakan kami anak2nya yang nakal. Aku tahu ummiku tidak lepas berpuasa senin kamis, tentu saja untuk mendoakan kedua anaknya yang nakal ini. Dan sampai saat ini, aku pun tahu, apapun yang beliau lakukan adalah demi kebaikan anak-anaknya. Dan sampai kini aku telah menjadi dokter-pun, aku yakin aku tidak akan bisa membalas jasa-jasanya.

Saat ini yang bisa aku lakukan adalah, aku ingin membuatnya bangga dan tersenyum padaku. Aku ingin memberitahunya bahwa doa-doanya selama ini telah dikabulkan oleh Allah dan perjuangannya tidak sia-sia. Aku bersyukur bahwa aku dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga kecil ini. Aku bersyukur pada Allah karena dengan jalan hidup yang Allah berikan padaku telah membuatku tangguh dalam menjalani hidup ini.

Aku bersyukur menjadi seorang "dr. Andri Subiantoro" yang dulu dilahirkan di desa, dibesarkan oleh seorang buruh jahit. Buruh jahit yang sekaligus menjadi ummi terhebat yang pernah aku miliki.

Demikianlah cerita singkat masa laluku. Cerita yang membuatku ingin menikmati indahnya gunung Semeru di akhir tahun ini untuk memberikan penghormatan setinggi-tingginya pada ummiku. Sekaligus untuk memperingati hari ibu.

Aku ingin mengenang jasa-jasa ummiku mesikpun aku tahu aku tidak akan pernah bisa membalasnya. Seperti yang lalu-lalu teman, setiap pendakianku selalu aku tujukan untuk mengenang sesuatu. Sesuatu yang aku anggap penting untuk dikenang di gunung-gunung. Menurutku menikmati indahnya gunung-gunung akan terasa lebih nikmat kalau kita membawa misi di dalamnya.

 ..........................................

NB : Mengenai catatan perjalanannya akan di ceritakan pada postingan selanjutnya.






Kamis, 29 Desember 2011

Ranu Kumbolo dan cinta sejuta hati diantaranya,...



,.........................................
aku telah singkirkan keraguan kala itu
ketika hawa dingin mulai menusuk tulang belulangku yang kurus..
menjejakkan kaki-kaki kusut menuju setapak
menuju hamparan cinta di kawah mimpi dan angan-angan
hati ini telah membawa rindu-nya pada langit biru
menebas ranting-ranting kering yang menghalangi jalan cinta para pendaki,..
menelusuri indahnya perasaan bidadari yang masih tertutup kabut,..
kabut cinta yang bertema rindu,..
Sejenak angin mulai menyapaku yang larut dalam lamunan angan
aku yang lelah berjalan sedari tadi
telah menemukan keindahan sejati dibalik misteri gunung-gunung abadi
perasaan ini bagai larut dalam sepinya danau cinta para dewa,..
memandang jauh di balik belahan lembah kasih "Ranu Kumbolo"
sambil memandang wajahnya
dalam hati aku berkata "kata-kata" cinta,..
aku mencintainya,..
sebagaimana semeru menjaga keindahan danau cintanya
dan berharap percikan airnya membawaku kembali padanya bersama cinta,...



--NB : Catatan pendakian gunung Semeru,...

Senin, 14 November 2011

Sejenak di Penanggungan ( 1600 mdpl )



Sekali lagi raga ini memutuskan untuk merebahkan diri sejenak di semak belukar bersama semut-semut liar di hutan-hutan. Menemui matahari muncul di balik awan-awan yang bergelombang menyapu kawanan burung di langit biru. Menjejakkan kaki-kaki kusut kami menuju jalan setapak. Menuju bukit-bukit cinta yang terlihat lebih tinggi dan berharap dapat menyusul kunang-kunang yang bersinar di sekitar puncak gunung-gunung.

Aku sendiri tenggelam dalam lamunan sepi akhir-akhir ini. Berpikir tentang cita-cita dan angan-angan yang mulai melayang entah kemana. Sementara aku lihat burung yang hinggap di ranting-ranting mulai enggan menatap dedaunan yang layu. Terhempas angin kering yang membuat kawanan burung meringis karena terlalu geli. Angin pula yang membawa debu bertaburan di kawah mimpi. Mimpi-mimpi kami. Kalau bicara tentang mimpi, yang aku tahu mimpi tidak pernah mengenal dinding. Meski dinding tersebut terlalu tebal, tetap saja mimpi akan mencari celah untuk melewatinya. Bila mimpi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan semu yang abstrak. Hadapi saja dan kita akan mendaki puncak tertinggi mimpi-mimpi.

Rutinitas kota membuatku gerah dan ingin segera berlari sejauh mungkin menuju tempat yang lebih tinggi. Aku sadar bahwa mencari kesempatan itu tidak mudah untuk saat ini. Ada tanggung jawab pekerjaan, ada hal-hal yang tidak bisa ditinggal, dan masih banyak kesibukan lainnya. Tetapi aku hanya ingin sejenak menenangkan diri di tempat yang berbeda. Aku ingin melihat awan dari puncak gunung sekali lagi. Ya, aku memutuskan untuk mendaki gunung akhir minggu ini bersama kawan-kawan gunung-ku. Sahabat-sahabat gunung yang selalu bersemangat untuk menapaki jalan-jalan setapak. Kawan-kawan yang luar biasa.

Mendaki tanpa motivasi tidaklah sesuatu yang menyenangkan bagi sebagian orang. Barangkali pendapat ini pulalah yang aku anut selama ini. Setelah berjuang mengerjakan soal-soal UKDI (Ujian Komeptensi Dokter Indonesia) selama 200 menit, aku merasa ini waktu yang tepat untuk melepas penat dan sejenak menjauh dari kehidupan kota yang bising. Perasaan yakin dan sedikit menyesal setelah menyelesaikan UKDI membuatku semakin mantab untuk meninggalkan kebisingan kota akhir pekan ini. Aku ingin merenung sejenak di sana. Merenungkan akan jadi apa aku kelak, merenungkan cita-cita, harapan dan mimpi-mimpi. Merenungkan apa-apa yang telah aku lakukan selama ini.

Gunung Penanggungan (1600 m dpl) menjadi pilihan kami sore itu. Terletak di kawasan Trawas, tepatnya di desa Tamiadjeng. Aku berangkat dengan tiga orang kawan yaitu Kholis, Anang dan Dani. Kholis dan Dani adalah teman satu angkatan di Kedokteran sedangkan Anang adalah adik kelas jurusan Analis Medis. Aku dan Anang sudah beberapa kali mendaki bersama, tetapi dengan Kholis dan Dani, pendakian ini merupakan yang pertama kali. Kholis adalah salah seorang anak di Kedokteran yang suka mendaki gunung. Jangan heran kawan, memang sulit sekali menemukan orang-orang seperti kami di kampus kedokteran ini. Sedangkan Dani adalah seseorang yang menyukai fotografi. Peralatannya luar biasa, mungkin lebih mahal dari motorku di rumah. Akomodasi ke sana pun kami menggunakan mobilnya Dani.

 Team Lengkap : Aku, Dani, Anang dan Kholis (dari Ki-Ka)

Kami berangkat meninggalkan Surabaya tepat setelah Ashar, dengan membawa barang-barang yang kami anggap perlu untuk pendakian gunung sehari ini. Lagipula kali ini kami naik mobil, jadi bisa sedikit santai. Aku sendiri sangat capek karena sehari sebelumnya harus begadang untuk belajar menghadapi UKDI. Tapi apalah artinya rasa capek jika toh akhirnya aku menemukan keindahan sejati di gunung-gunung. Cukuplah udara sejuk di gunung nanti menjadi penghiburku sejenak setelah UKDI yang melelahkan (Stress pikiran).  Kami tidak membawa logistik dari Surabaya. Rencananya, kami akan membeli logistik  di perjalanan menuju ke sana.

Perjalanan menuju ke sana cukup melelahkan karena kami terjebak macet. Meskipun naik mobil, tapi sopirnya Liar. --hehehe--. Kepalaku sendiri pusing, sedikit mual dan muntah. Di tengah perjalanan , kami mampir dulu ke sebuah depot untuk makan malam dan numpang sholat. Setelah melewati jalan-jalan gelap, menanjak dan berkelok-kelok dan sempat bertanya sana-sini karena kami sendiri belum pernah ada yang ke sana, akhirnya kami tiba di pos pertama yaitu balai desa. Kira-kira jam 7 malam kita sampai balai desa. Ternyata di sana ada sekitar 130-an lebih anak-anak SMA yang sedang melakukan ekspedisi, tentu saja beserta guru-guru pembinanya. Pikirku saat itu, Wah,...Pendakian ceria ini,..--Hahahaha--!!!

Dari balai desa, kami membagi logistik, tenda dan peralatan yang perlu di bawa. Kencing-kencing dulu, pemasanan seperlunya dan berdoa pada Allah semoga kita diberikan keselamatan dalam perjalanan dan pulang dengan selamat. Tepat jam 8 malam, kami mulai pendakian. Melalui jalan aspal melewati rumah-rumah penduduk, dilanjutkan jalan makadam, hingga akhirnya sampai ke jalan setapak. Jalurnya cukup jelas, ikuti saja jalan yang sudah ada, kalau bingung tanya saja pada penduduk setempat. Sebenarnya kami  tidak berangkat sendiri, karena sebetulnya rombongan siswa tersebut juga memulai pendakian pada jam yang sama, sehingga waktu itu "Penangggungan" tak ubahnya seperti pasar malam. --Hahahahaha--. Aku sendiri beberapa kali harus berhenti sejenak karena rasa kantuk yang luar biasa. Lumayan bisa memejamkan mata sebentar. Kholis dan Dani sudah melesat meninggalkan kami entah sampai mana malam itu.

Gunung Penanggungan adalah gunung tanpa air. Bekal paling berharga di sini adalah air mineral. Bawalah cukup air mineral untuk selama perjalanan maupun untuk memasak di Penanggungan. Kami tiba di puncak bayangan -- semacam bukit yang luas-- jam 23.30. Puncak bayangan ini oleh para pendaki sering digunakan untuk nge-camp dan istirahat. Total perjalanan dari balai desa ke puncak bayangan sekitar 3,5 jam dengan jalan biasa dan istirahat secukupnya. Begitu aku dan Anang tiba di sana kami telah mendapati Kholis dan Dani sudah memasak kopi dan mendirikan tenda. Kami memang harus berterima kasih pada mereka. Setelah ini aku ingin beristirahat, tidur sejenak. Kami ingin summit besok, rencananya kami ingin mendaki ke puncak jam 3 pagi. Sehingga aku rasa cukup waktu buat kami untuk beristirahat setelah ini.

Berikut ini beberapa gambar yang berhasil terdokumentasi di puncak bayangan :

Pemandangan kota dari puncak bayangan ( Photography by Dhani ). 
Gak tau wis gimana caranya ngambil gambar ini.


Kami berempat, di depan tenda kami bersama api unggun. Dengan Tripod.


Suasana tengah malam yang ramai oleh anak-anak SMA.

Tenda yang kami gunakan sebenarnya cukup untuk berempat, tetapi aku merasa gerah karena ada satu orang yang tidurnya ngawur, --hahaha--, akhirnya aku memutuskan untuk tidur di luar tenda saja. Lagipula malam itu udaranya tidak terlalu dingin, dan aku juga tidur dengan sleeping bag. Gak pernah aku tidur senyenyak ini saat di gunung, --Hahahaha--. Enak banget!!. Jam 2 malam Dani bangun dari tidur dan mengambil beberapa gambar, aku sendiri bangun jam 02.30, tapi masih agak males-malesan, -Hahahaha-. Tapi sesuai komitmen, kami semua bangun, ngopi sebentar, packing seadanya dengan daypack dan kamera. Setelah semua dirasa cukup kami bersiap berangkat menuju puncak. Dari bawah terlihat lampu-lampu berjejer seperti semut. Sepertinya anak-anak SMA sudah lebih dulu meninggalkan kami untuk summit pagi itu. Tidak masalah bagi kami, karena itu artinya jalan akan lenggang, tidak perlu antri untuk berjalan.
 

Pemandangan dari tenda kami. Tampak senter-senter berjejer seperti semut.
 
Our tent is still bright,...!!aku tidur di luar. Foto ini diambil tanpa sepengetahuanku.

Indahnya puncak gunung-gunung.

Setelah berjalan pada kemiringan hampir 70 derajat, akhirnya sekitar jam 4 pagi kami sampai di puncak penanggungan (1600 m dpl). Di sana sudah ramai oleh anak-anak SMA yang telah lebih dulu sampai di puncak. Kami istirahat sebentar, dan mulai mencari spot yang bagus untuk menunggu matahari muncul di balik awan-awan, sekaligus spot untuk mengambil gambar-gambar -- Narsis.com--. Kami putuskan untuk memisahkan diri dari rombongan anak SMA karena terlalu ramai, kami pututskan untuk berjalan ke arah timur dari puncak. Waaaahh, Luar biasa,....Pemandangannya bagus, lumayanlah, seperti yang aku harapkan. Sejenak disini membuatku senang, santai dan sedikit bisa melupakan masalah-masalah. Kami mendengar adzan shubuh sehingga kami putuskan untuk sholat shubuh di puncak dengan tayamum. Nikmat sekali teman.


Nampak gunung Arjuno dari puncak Penanggungan. 
Sholat di puncak disertai kabut tipis yang turun pelan-pelan di lembah kasih.

...................................
Tentang kerinduan yang dulu
yang aku bahkan malu untuk tersipu
dalam temaram bulan yang masih tampak sebagian di atas
menulis dalam sajak pada pemusik cinta
Wahai bintang para penyinar malam yang sepi
kemari dan nikmati angin dengan anggur kesedihan kami para pendaki..
merindu sang surya muncul di balik sinarnya yang agung
merindu sang dewi yang semakin berlalu
sangat cantik dalam balutan kabut pagi yang indah
Aku melihatnya sangat cantik kala itu
tentang wajahnya yang sendu
dan tingkahnya yang lucu,..
Berlalu waktu dan aku yang semakin tak tahu
seperti apakah aku dalam benaknya yang biru
biru karena cahaya siang yang menyengat namun sejuk,..
......................................................................

Puncak Penanggungan (1600 m dpl)


Gunung Arjuno dari Puncak Penanggungan





Siluet pagi di Puncak Penanggungan

Gaya opo iki??

Pemandangan sisi lain dari Puncak Penanggungan


Ritual rutin di puncak gunung-gunung. 
Mengibarkan bendera merah putih dan almamater tercinta kami.

Tetep Narsis dengan tripod.


Baiklah teman, demikianlah catatan perjalanan kami selama sehari di Gunung Penanggungan. Kami hanya pemuda-pemuda yang ingin mencari perbedaan dengan cara yang lain. Kami mencintai gunung-gunung,  karena mendaki mengajarkan kami banyak hal dan berbagi satu sama lain. Sepanjang kami masih bernapas dan kaki-kaki kusut kami masih sanggup menapaki jalan setapak, maka kami akan tetap mendaki gunung-gunung. Menikmati udara dingin, dan menunggu matahari muncul di balik bukit cinta-Nya yang agung.





--Bie--

Rabu, 02 November 2011

The Shawshank Redemption (1994_by Frank Darabont)



Welcome to the Shawshank,...!!.

Apa yang bisa saya tuliskan tentang film ini. Film ini sangat berkesan, membuat saya tidak meragukan penilaian IMDB terhadap film ini. Saya bukan kritikus film, juga bukan resensor film, apalagi pemerhati film. Saya hanya sesekali nonton film di waktu senggang, sebenarnya saya juga juga bukan orang yang gemar sekali nonton film. Tapi saya berani katakan film ini luar biasa. Sekedar info teman, saya telah menonton film ini sebanyak empat kali dan saya tidak bosan. 

Kata-kata pembuka dalam tulisan ini adalah kalimat yang diucapkan oleh kepala penjara Shawsank saat menyambut narapidana-narapidana baru. Ya para narapidana yang "kurang beruntung", karena telah  ditetapkan menjadi penghuni Shawshank untuk beberapa masa ke depan. Diantara sekian banyak penghuni baru penjara shwashank adalah Andy Dufresne ( Tim Robinson), seorang bankir muda yang sukses dan kaya raya. Kehidupannya berubah drastis ketika dirinya didakwa oleh pengadilan telah membunuh istrinya pada suatu malam karena mendapati istrinya sedang bercinta dengan pemain golf profesional. Cerita dimulai sejak saat dia diputuskan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman selama puluhan tahun akibat perbuatannya. Dan penjara shawshank adalah tempat dimana dia harus menjalani hukuman itu.

Di dalam penjara, Andy bertemu dengan teman-teman baru. Salah satu yang paling dekat adalah "Red (Morgan Freeman). Mereka berubah menjadi sahabat dan mulai menjalani kehidupan sehari-hari di dalam penjara. Red sendiri sejak usia 11 tahun telah dipenjara akibat terlibat dalam kasus pembunuhan, dan sampai kapan dia dipenjara pun masih menjadi misteri. Selain dua bintang di atas, film ini juga diperankan oleh beberapa bintang lainnya.

Penjara Shawshank dipimpin oleh seseorang yang kejam, bernama Warden Norton (Bob Gunton) yang dalam kesehariannya dia didampingi oleh asistennya yang juga sangat kejam, Heywood (William Sadler). Hari-hari di penjara dijalani Andy dengan sahabat barunya dengan suka duka. Banyak kejadian-kejadian menyedihkan yang dialami Andy, mulai dari pemukulan oleh teman narapidana, pelecehan seksual hingga pengurungan di dalam sel yang terpisah. Namun, banyak hal tidak terduga juga terjadi pada cerita film ini. Bagaimana seorang Andy Dufresne, bankir muda mulai mengerjakan tagihan pajak para sipir penjara, hingga merintis suatu perpustakaan peninggalan Brooke (James Whitmore) menjadi lebih berkembang dengan mengirimkan surat tiap minggu ke pemerintah, dimana suratnya itu baru dibalas 6 tahun kemudian. Bayangkan selama 6 tahun dia mengirimkan surat tiap minggu tanpa putus asa. Dengan kepintarannya pun dia berhasil memindahkan hasil kekayaan Norton yang didapatkan dari hasil pencucian uang ke dalam rekeningnya atas nama orang lain. Suatu upah yang setimpal selama dia (Andy) menjalani hukuman di Shawshank.

 
Namun bagian yang paling menarik pada film ini adalah ketika seluruh sipir penjara dibuat terkaget-kaget, ketika salah seorang tawanannya yang pada malam terakhir pengecekan namanya ada dalam daftar, tetapi pada pagi harinya telah hilang dari selnya tanpa jejak dan tanpa firasat apapun, bahkan dari teman-temannya. Ya, Andy Dufresne telah melarikan diri dari penjara Shawshank yang terkenal ketat dengan menggali lubang pada temboknya dengan paku kecil, selama kurang dari 20 tahun. Suatu hal yang sebelumnya dianggap mustahil oleh Red sahabatnya. Tapi kini Red tahu bahwa "harapan" yang disampaikan Andy saat berbicara padanya adalah benar adanya. Untuk cerita lebih lengkapnya saya menyarankan teman-teman untuk menonton film ini,

Sekedar info bahwa film ini menempati ranking pertama Top 250 film versi IMDB dengan nilai 9.2, dan sampai saat ini masih belum tergeser oleh film-film modern belakang ini.

Sumber :
http://www.imdb.com/title/tt0111161/



Rabu, 28 September 2011

Sepenggal cerita dari Pacet.

Pagi itu dedaunan menyapaku begitu malu. Embun-embun pagi juga masih menetes membasahi tanah. Sementara matahari belum juga menampakkan hidungnya. Masih gelap ketika aku bersiap menuju markas besar Korps BSMI Surabaya di jl. Kalidami. Kami akan menuju Ponpes Amanatul Ummah yang ada di Pacet, Mojokerto. Aku hubungi kedua sahabatku, Hendri dan Zulfikar. Nampaknya mereka juga bergegas akan menuju basecamp. 

Hendri berasal dari Tuban. Dia anak yang cerdas, dan aku perkirakan dia akan menjadi orang besar kelak, salah seorang Guru Besar di sini, di Fakultas Kedokteran UNAIR. Dia cukup tangkas dan pandai dalam urusan organisasi. Bagiku, sangat menyenangkan bekerja sama dengan dia. Yudisium kemarin bahkan dia berhasil menjadi yang ke-4 terbaik dalam best ten kami angkatan 2006. Bangga rasanya salah satu teman bisa menunjukkan suatu prestasi.

Zulfikar adalah salah satu teman dari Lumajang. Dulu, aku mengira bahwa dia sangat kekanak-kanakan , tetapi seiring bertambahnya waktu, semakin kita sering bekerja bersama, aku jadi tahu bahwa dia adalah salah seorang anak paling pinter di 2006 versiku. Dia akan jadi ahli bedah kelak. Amiin. Kebetulan kami berdua ingin menjadi ahli bedah. 

Rencananya, kami bertiga bersama tim yang lain akan berkumpul di Base Camp BSMI di Kalidami untuk kemudian berangkat bersama-sama menuju Pacet, Mojokerto. Aku sendiri bergegas menuju ke sana dan di sana ternyata telah menunggu Mas Natsir (Kakak Kelas angkatan 2002). Beberapa akhwat ternyata juga ikut rombongan. Beberapa dari Farmasi dan sebagian dari Pendidikan Dokter sendiri. Supir kami Pak Ilham dan sahabat kami Pak Surip yang selalu setia di setiap acara khitanan massal BSMI juga telah ada di tempat.

Masih ada satu lagi orang yang kami tunggu. Namanya Ardi. Ardi adalah salah seorang teman dari Madura, tepatnya dari Sumenep. Dia juga seorang leader yang luar biasa, bagiku bekerja dengan teman-teman seperjuangan ini sangat menyenangkan. Aku berdoa mudah-mudahan mereka bisa menggapai cita-cita masing-masing. Amiiiiin.

Setengah jam berlalu akhirnya kami putuskan untuk meninggalkan Ardi. Tetapi dalam perjalanan, tiba-tiba dia menelponku, dia mengatakan telah tiba di Markas BSMI Kalidami. Yah, akhrinya mobil kami kembali untuk menjemputnya. Lengkap sudah tim yang sudah dipersiapkan. Tim terdiri dari 5 orang dokter ikhwan untuk khitanan massal dan 3 orang dokter akhwat untuk pengobatan gratis. Selain itu tim juga dilengkapi adik-adik dari farmasi sejumlah beberapa orang, serta beberapa adik kelas dari Pendidikan Dokter (Jumlahnya lupa).

Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Sawah-sawah terbentang begitu hijau, dan gunung-gunung pun begitu angkuh menunjukkan kemegahannya. Indah sekali. Cuaca cerah dan berangin mengantar kami sampai  pada tempat tujuan, yaitu Ponpes Amanatul Ummah. Subhanallah, itu adalah kata pertama yang terucap dari mulutku. Di desa yang sunyi dan terpencil ini berdiri sebuah pondok pesantren yang megah sekali. Dilengkapi dengan asrama dan sarana kesehatan. Ada pula homestay yang digunakan untuk menginap para wali santri yang hendak mengunjungi anaknya. Pondok Pesantren ini merupakan pondok modern dimana pelajaran nasional tetap menjadi prioritas utama tanpa menyingkirkan pendidikan agama Islam di dalamnya. Lulusan dari pondok ini pun berhasil menembus seleksi beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia. Luar biasa. Beberapa siswa juga berhasil menembus Al Azhar di Mesir.

Kegiatan kami sendiri di sini berupa khitanan massal dan pengobatan gratis untuk masyarakat sekitar pondok dan para santri. Jumlah pasien khitanan massal kira-kira sebanyak 34 pasien dan pengobatan gratis yang jumlahnya mencapai lebih dari 100 orang. Selain dari BSMI Surabaya, ternyata kami juga dibantu oleh tim dokter dari RSUD Mojosari sejumlah 3 orang. Sehingga total operator ada 8 orang. Khitanan massal sendiri, Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Sementara Pengobatan gratis terdiri dari 2 shift karena jumlah pasien yang banyak. Sayang tidak ada dokumentasi pada saat khitanan massal.

Berikut ini sebagian gambar yang berhasil aku ambil.

Pintu Utama depan Pondok.

Masjid. Sebagai pusat peribadahan di PonPes ini.

Asrama yang sedang di bangun.


Suasana di Jalan depan Pondok. Nampak background gunung di belakangnya. Benar-benar suasana yang menyenangkan untuk belajar.


Oleh-oleh yang lain :
Jalannya Baksos Pengobatan Gratis

Zulfikar dan Ageng yang sedang melayani pasien.

Aku sendiri sedang memeriksa pasien.

Pelayanan Pengobatan gratis.

Suasana di tempat antrian pasien. Hari sudah siang sehingga pasien mulai sepi.

Adik-adik farmasi.

Adik-adik pondok.

Tim Dokter BSMI (para sahabat)
Dari Ki-Ka : Pak Ilham, Zulfikar, Hensus, Andriy, Ardi, Ageng

Berikut adalah salam perpisahan kami dengan tempat yang sangat indah ini.


Ardi sedang mengambil gambar

Menikmati indahnya gunung-gunung di depan PonPes Ammanatul Ummah

Berikut ini foto-foto kami yang agak narsis :

Tim relawan BSMI.



Itulah sedikit dari perjalanan kami pada Baksos di Pacet Mojokerto. Sebuah tim yang solid tidak dibentuk dalam waktu yang singkat teman. Persahabatan yang lama dan pengertian yang dalam membuat kami  dapat saling bahu-membahu di bawah bendera BSMI untuk mengabdi pada pelayanan kesehatan masyarakat. Terima kasih teman, semoga kita dapat melanjutkan perjuangan kita di sini.





--Bie--

Minggu, 25 September 2011

Tour De Museum Part II : Museum Kesehatan Nasional Dr. Adhyatma MPH Surabaya




,.....Melanjutkan postingan sebelumnya, tentang tema kita "Tour De Museum", kali ini saya akan menceritakan perjalanan kami berikutnya yang mengambil tempat di Museum Kesehatan Nasional Dr. Adhyatma MPH Surabaya. Sebagai calon dokter, rasanya tidak berlebihan jika kita perlu mengetahui sejarah kesehatan masa lampau di negeri kita tercinta ini. Hal ini pulalah yang menjadi alasan kami untuk mengunjungi museum ini. Berbicara tentang museum, pasti yang terbersit dalam benak kita adalah sesuatu yang membosankan dan menjenuhkan. Bagi sebagian orang mungkin pendapat itu benar kawan, tetapi mulai mencintai sejarah dan segala sesuatu yang terjadi di masa lampau itu sangat berguna kawan. Menimbulkan rasa kebangsaan yang tinggi, mengambil hikmah dari setiap peristiwa masa lampau, dan menjadikannya motivasi dalam hidup.

 Ini adalah foto orang yang namanya digunakan sebagai nama Museum Kesehatan ini. Beliau menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI pada tahun 90-an.

Mari kita sedikit berbicara tentang sejarah pendirian museum ini. Awalnya museum ini dirintis oleh seorang peniliti bernama Dr. Hariyadi Soeparto, dr., DOR, Msc pada tahun 1990, waktu itu museum ini hanya untuk kalangan sendiri. Baru pada tanggal 14 September 2004 Museum ini diresmikan secara langsung oleh  bapak Achmad Sujudi (Menteri Kesehatan RI waktu itu) dengan nama Museum Kesehatan dr. Adhyatma MPH.

Museum ini terletak dalam kompleks bangunan di jl. Indrapura No.17. Dari desainnya, saya memperkirakan bahwa kompleks bangunan ini dulunya adalah sebuah Rumah Sakit, karena lorong-lorongnya khas dan cukup luas juga. Kami tiba di sana kira-kira jam 12 siang. Awalnya kami sempat bingung mengarahkan motor kami. Tempatnya sepi sekali, dan museum ini tidak terletak di depan, tapi sedikit ke arah samping dari pintu utama. 

Sampai di sana kami berdua tertawa kecil,....Ha ha ha ha ha,...seperti dugaan kami sebelumnya, tidak ada lagi pengunjung selain kami berdua. Tapi tenang saja karena kami telah memperkirakan sebelumnya. Tidak menjadi masalah karena petualangan harus tetap berlanjut. Praktis hanya ada 3 orang di sana. Mungkin pengurus tetap museum ini. Ada bapak-bapak tua berumur 50 tahun-an duduk di depan museum sedang menata foto-foto "jadul" pada suatu album. Lalu dua orang lainnya di bagian sekretariat, yang sepertinya kaget sekali dengan kedatangan kami. Dalam hati saya berpikir "Apa karena jarang sekali ya museum ini dikunjungi",...Ha ha ha ha ha,..... Biarlah, yang penting kami dapat masuk ke museum ini. Untuk memasuki museum, kami harus membayar uang registrasi dulu sebesar Rp. 2000,-. Tarifnya  sama dengan tarif di Museum Tugu Pahlawan. Cukup murah juga.

Bangunan museum ini memiliki 7 ruang koleksi utama yang disebut Sasana. Begitu memasuki museum, kita akan langsung bertemu dengan sebuah patung. Jujur saja saya sendiri tidak tahu itu patung apa. Sasana yang pertama akan kita temui adalah Sasana Adhyatma. Di sini kita akan menemui koleksi dr. Adhyatma MPH selama menjabat sebagai menteri Kesehatan RI tahun 1988-1993.
 
 Memasuki area pertama dari Museum kita akan langsung bertemu dengan sebuah patung seperti nampak pada gambar.

Ini adalah foto dokter-dokter djawa pada masa-masa penjajahan Belanda. 

Yang menarik adalah bahwa ternyata mereka bisa melanjutkan pendidikan kedokterannya setelah lulus sekolah setingkat SMP seperti sekarang. Mungkin jaman dahulu sangat sedikit sekali jumlah dokter yang asli pribumi, bahkan mungkin tidak ada sama sekali sehingga karena adanya wabah penyakit tertentu, Pemerintah Hindia-Belanda merasa perlu untuk mendidik rakyat Indonesia untuk menjadi dokter.

Pakaian dokter djawa

Ijazah Diploma Dokter jaman dulu. Gelarnya Diploma, tapi orang yang bergelar ini punya kompetensi dokter pada saat itu.

Sasana yang kedua adalah sasana kencana. Dalam ruang ini dipamerkan berbagai benda bersejarah berupa tanda jasa, lencana dari logam mulia, surat tanda penghargaan dan sebagainya yang terkait perjuangan upaya kesehatan. Diruang ini pula dipaparkan sejarah dan profil perintis museum kesehatan. 


 Surat Nikah.

 Jubah Profesor yang dihibahkan untuk museum ini. 
Guru Besar di bidang Ilmu Kedokteran. Dalam foto ini adalah Prof. Pitono, dr. Sp.A(K). Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNAIR.

Sasana berikutnya adalah Sasana Kespro. Sasana ini menyimpan serta memamerkan berbagai benda/ atau peralatan upaya kesahatan reproduksi. antara lain, Upaya kesehatan ibu dan anak dari berbagai kultur atau budaya, kesehatan kehamilan, persalinan dan keluargaberencana.

Celana Anti Perkosaan
Celana anti perkosaan model lain.

Berikutnya kita akan bertemu dengan Sasana Medik dan non Medik. Di sini terdapat berbagai peralatan medik dan non medik pendukung upaya kesehatan disimpan dan dipamerkan diruang ini. Benda-benda ini digunakan oleh institusi kesehatan pada jama dulu dan menjadi benda bersejarah yang sangat besar jasanya untuk kesehatan masyarakat kita.

Dicky dengan Motor djawa.
Motor ini digunakan oleh juru semprot malaria untuk memberantas nyamuk malaria. Metode yang digunakan adalah fogging dari desa ke desa.

Selain dengan motor, para juru semprot juga menggunakan sepeda.

Ini adalah alat fogging yang digunakan para juru semprot.

Meja Ginek Jadul.

Di sini juga terdapat "Slit Lamp" jadul.

Daur ulang alat-alat kedokteran.

Dari sasana alat medis dan non medis, kita menuju sasana flora dan fauna. Pada ruangan ini menampilkan beberapa koleksi binatang dan tumbuhan yang bisa berfungsi sebagai perantara penyakit , tetapi ada pula beberapa binatang yang berkhasiat sebagai bahan obat dan sangat menolong kita semua. 

 Ikan buntek. Dapat menyebabkab keracunan makanan.

Ada dua sasana lagi yang belum kita kunjungi. yaitu sasana kesehatan budaya dan sasana genetika. Kedua sasana ini berada di bangunan yang berbeda dari ke lima sasana sebelumnya. Ruangan budaya ini tidak terlalu jauh dari ruangan utama, kira-kira berjalan selama 2 menit. 

Sasana Kesehatan Budaya sendiri menyimpan berbagai koleksi yang sangat menarik dan menurut saya justru di sinilah daya tarik dari museum ini. Upaya kesehatan berdasarkan atas kepercayaan atau supranatural, dunia ghaib merupakan realita bdaya yang telah ada dan berkembang sejak jama dulu kala. Suatu fenomena yang menarik dan sekaligus merupaka tantangan untuk kita semua guna mengkaji dan menyibak misteri tersebut, agar supaya dapat dimanfaatkan demi kesehatan kita semua, kesejahteraan dan kemanusian. 

 
 Jelangkung dan Ninik Towok. 
Dari museum inilah saya tahu bahwa ternyata media jelangkung digunakan untuk mendiagnosis suatu penyakit yang tidak diketahui sebabnya. Permainan jelangkung biasanya ditujukan pada anak kecil yang menderita sakit tetapi tidak diketahui sebab penyakitnya apa. Seorang dukun akan memanggil roh lewat media jelangkung dan meminta bantuan untuk mengetahui apa penyakitnya.

Foto Rontgen Lumbosacaral yang Membuktikan bahwa Santet itu benar-benar ada. 
Dalam foto ini terlihat ada beberapa gotri dan paku di perut pasien. Pasien ini kiriman dari Rumah Sakit "X" di Jawa Timur ke RSU Dr. Soetomo, dan akhirnya meninggal. Sebelum meninggal kebetulan sempat di foto polos abdomen terlebih dahulu dan inilah hasilnya.

Selanjutnya kita akan Sasana Genetika. Dalam ruangan ini dipamerkan berbagai sarasilah dan silsilah garis keturunan yang sangat erat kaitannya dengan ilmu genetika dari suatu trah atau dinasti, antara lain sarasilah dari keluarga berbagai kerajaan di Indonesia. Sayangnya kamera saya baterainya habis dan tidak ada dokumentasi di sini.

Demikian perjalanan kami di Tour De Museum untuk mengisi waktu luang.  Mudah-mudahan dapat menambah wawasan teman-teman sekalian. Terima Kasih kepada kawan saya tercinta, Dicky Febrianto, dr.  atas perjalanannya. Semoga perjalanan kita masih akan berlanjut dan tidak berhenti sampai di sini.

Ada sebuah pepatah yang menarik, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, lalu bagaimana saya bisa menjadi bangsa Indonesia yang baik jika saya tidak tahu sejarah kehidupan bangsa ini dahulu kala. Sama seperti tema kali ini, bagaimana saya bisa menjadi dokter yang baik jika saya tidak tahu sejarah kesehatan di negara Indonesia tercinta kita ini.

Merdekaaaa,...!!!


--bie--