Jumat, 30 Desember 2011

Tentang cita-cita dan sebuah cerita dari Gunung para Dewa ,..


,..............................................................................
Kami ingin menikmati akhir tahun ini bersama kabut tipis
yang turun menelusuri lembah kasih "Ranu Kumbolo",...
Menapaki "Tanjakan Cinta",...
dan merebahkan sejenak rasa lelah ini di hamparan luas "Oro-Oro Ombo",..
merenungi bekas aliran lahar di "Kalimati"
menyampaikan salam keagungan pada jurang-jurang di sekitar "Arcopodo"
hingga akhirnya kami berharap dapat menyapa surya di balik "Mahameru"
yang selalu bergemuruh,...
.....................................


Kerinduan itu pun akhirnya terbayar sudah, setelah cita-cita menjejakkan kaki di gunung tertinggi Pulau Jawa terpenuhi minggu lalu (Tanggal 24-27 Desember). Rasanya seperti reuni, karena beberapa teman yang ikut pendakian kali ini adalah teman-teman seperjuangan di gunung Arjuno satu tahun lalu. Lebih istimewa lagi karena pada pendakian kali ini, calon Istriku ikut bersama teman-teman gurunya.

Memang kebahagiaan ini belum terasa lengkap karena kami gagal menggapai Mahameru dikarenakan badai dan cuaca yang sangat buruk di puncak. Tetapi tak apalah, karena kami telah berjanji kepada Mahameru dan Jonggring Saloka untuk kembali lagi suatu saat nanti.


Aku sendiri sudah memendam keinginan untuk mendaki gunung Semeru sejak lama sekali, bahkan sebelum aku lulus menjadi dokter. Ketika teman-teman satu kontrakanku mendaki Semeru, aku tidak bisa ikut karena aku harus ujian semester. Ketika ada ajakan lagi dari teman sekampus untuk medaki Semeru (Kholis),  aku juga tidak bisa ikut karena sedang sakit. Dua kali melewatkan kesempatan untuk menyapa sejuknya gunung yang merenggut nyawa Soe hok Gie ini membuatku benar-benar penasaran untuk segera mendaki gunung ini.

Kesempatan itu pun akhirnya tiba. Kini aku telah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter, dan sudah bekerja di beberapa klinik di Surabaya. Sambil menunggu pelantikan dan pengambilan sumpah dokter, juga demi merayakan kelulusanku dalam menghadapi UKDI, maka akhir tahun 2011 ini aku anggap sebagai waktu yang tepat untuk menuntaskan rasa penasaranku akan gunung yang ternyata sangat indah ini. Ya, aku memutuskan untuk mendaki gunung Semeru pada akhir tahun ini.

Aku bersyukur terhadap semua yang telah Allah berikan padaku selama ini. Kisah yang rumit hingga perjalanan hidup yang panjang nan keras membuatku sedikit banyak tahu bagaimana menghargai suatu  kehidupan.

Aku coba kembali merunut kejadian-kejadian yang pernah aku lewati. Aku adalah anak kecil dari desa yang ditinggal ayahku pergi untuk selama-lamanya pada saat aku duduk di bangku sekolah dasar, beliau menderita sakit parah sejak kecil dan hal terakhir yang aku ingat adalah kedua kakinya bengkak menjelang kematiannya (Pada akhirnya aku tahu kalau inilah yang disebut decomp.Cordis). Ayahku meninggalkan satu istri dan dua orang anak yang masih kecil, aku yang masih berumur 10 tahun dan adikku yang masih berumur 2 tahun. Perubahan besar inilah yaang pada akhirnya mengarahkan hidup dan cita-citaku.

Sejak kematian ayahku, aku melihat ummiku tiap malam menangis, aku tahu beliau berdoa untuk ayahku dan kedua anaknya yang nakal ini. Ummi tidak bekerja sebelumnya, dan ayahku hanya PNS biasa. Praktis untuk bertahan hidup kami hanya mengandalkan uang pensiunan ayahku yang jelas tidak akan mencukupi untuk keluarga kami.

Aku tahu kondisi saat itu membuat ummiku harus bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi keluarga kecil kami. Beliau menjalani pekerjaan sebagai buruh jahit , yang penghasilannya tidak seberapa namun paling tidak cukup untuk menghidupi kami pada saat itu. Sejak saat itu ummiku pun berubah menjadi keras dalam mendidik anak-anaknya dan aku sangat paham akan hal itu. Tiap hari ummiku menasehati dan mengajarkanku bagaimana kita harus bertahan hidup pada situasi ini. Ada satu nasihat yang sampai saat ini masih terngiang di kepalaku, dan nasihat itulah yang sedikit banyak mempengaruhi hidupku saat itu hingga sekarang.

Sepeninggal ayahku, keluarga kami bukanlah keluarga yang mampu seperti dulu, kami tak ubahnya seperti kebanyakan orang yang harus susah payah untuk bisa bertahan hidup. Oleh karena itu Ummi selalu berpesan padaku seperti ini,

"Orang-orang seperti kita ini tidak ada yang bisa dibanggakan nak!, kecuali hanya ke-pinteran,..kalau orang itu pinter, InsyaAllah jalan rejeki itu mudah,..ummi pesen sama sampean supaya belajar dengan baik dan sungguh-sungguh, supaya bisa mengangkat derajat keluarga dan membanggakan ayah sama ummimu ini,...!",

Ya Allah,...aku menangis tiap mendengar ummiku berpesan seperti ini,...dan setiap hari beliau selalu mengingatkanku akan pentingnya menjadi orang yang pinter. Sejak saat itu aku berjanji dalam hati dan pada ummiku, aku akan menjadi orang yang pinter, supaya aku bisa mendapat beasiswa sehingga ummi tidak repot-repot mengeluarkan biaya sekolah untukku.

Sejak saat itu aku berjanji untuk belajar setiap hari dan aku rela mengorbankan waktu bermainku demi melihat ummiku tersenyum. Setiap hari aku tidak pernah mengeluh ketika aku harus belajar bersama suara hentakan mesin jahit ummiku yang berisik, meskipun aku tahu itu akan mengganggu konsentrasiku, tapi aku tahu bahwa inilah satu-satunya sumber penghidupan kami.

Aku tahu setiap hari ummiku bangun di sepertiga malam terakhir untuk menunaikan sholat tahajjud demi mendoakan kami anak2nya yang nakal. Aku tahu ummiku tidak lepas berpuasa senin kamis, tentu saja untuk mendoakan kedua anaknya yang nakal ini. Dan sampai saat ini, aku pun tahu, apapun yang beliau lakukan adalah demi kebaikan anak-anaknya. Dan sampai kini aku telah menjadi dokter-pun, aku yakin aku tidak akan bisa membalas jasa-jasanya.

Saat ini yang bisa aku lakukan adalah, aku ingin membuatnya bangga dan tersenyum padaku. Aku ingin memberitahunya bahwa doa-doanya selama ini telah dikabulkan oleh Allah dan perjuangannya tidak sia-sia. Aku bersyukur bahwa aku dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga kecil ini. Aku bersyukur pada Allah karena dengan jalan hidup yang Allah berikan padaku telah membuatku tangguh dalam menjalani hidup ini.

Aku bersyukur menjadi seorang "dr. Andri Subiantoro" yang dulu dilahirkan di desa, dibesarkan oleh seorang buruh jahit. Buruh jahit yang sekaligus menjadi ummi terhebat yang pernah aku miliki.

Demikianlah cerita singkat masa laluku. Cerita yang membuatku ingin menikmati indahnya gunung Semeru di akhir tahun ini untuk memberikan penghormatan setinggi-tingginya pada ummiku. Sekaligus untuk memperingati hari ibu.

Aku ingin mengenang jasa-jasa ummiku mesikpun aku tahu aku tidak akan pernah bisa membalasnya. Seperti yang lalu-lalu teman, setiap pendakianku selalu aku tujukan untuk mengenang sesuatu. Sesuatu yang aku anggap penting untuk dikenang di gunung-gunung. Menurutku menikmati indahnya gunung-gunung akan terasa lebih nikmat kalau kita membawa misi di dalamnya.

 ..........................................

NB : Mengenai catatan perjalanannya akan di ceritakan pada postingan selanjutnya.






Kamis, 29 Desember 2011

Ranu Kumbolo dan cinta sejuta hati diantaranya,...



,.........................................
aku telah singkirkan keraguan kala itu
ketika hawa dingin mulai menusuk tulang belulangku yang kurus..
menjejakkan kaki-kaki kusut menuju setapak
menuju hamparan cinta di kawah mimpi dan angan-angan
hati ini telah membawa rindu-nya pada langit biru
menebas ranting-ranting kering yang menghalangi jalan cinta para pendaki,..
menelusuri indahnya perasaan bidadari yang masih tertutup kabut,..
kabut cinta yang bertema rindu,..
Sejenak angin mulai menyapaku yang larut dalam lamunan angan
aku yang lelah berjalan sedari tadi
telah menemukan keindahan sejati dibalik misteri gunung-gunung abadi
perasaan ini bagai larut dalam sepinya danau cinta para dewa,..
memandang jauh di balik belahan lembah kasih "Ranu Kumbolo"
sambil memandang wajahnya
dalam hati aku berkata "kata-kata" cinta,..
aku mencintainya,..
sebagaimana semeru menjaga keindahan danau cintanya
dan berharap percikan airnya membawaku kembali padanya bersama cinta,...



--NB : Catatan pendakian gunung Semeru,...