Rabu, 28 September 2011

Sepenggal cerita dari Pacet.

Pagi itu dedaunan menyapaku begitu malu. Embun-embun pagi juga masih menetes membasahi tanah. Sementara matahari belum juga menampakkan hidungnya. Masih gelap ketika aku bersiap menuju markas besar Korps BSMI Surabaya di jl. Kalidami. Kami akan menuju Ponpes Amanatul Ummah yang ada di Pacet, Mojokerto. Aku hubungi kedua sahabatku, Hendri dan Zulfikar. Nampaknya mereka juga bergegas akan menuju basecamp. 

Hendri berasal dari Tuban. Dia anak yang cerdas, dan aku perkirakan dia akan menjadi orang besar kelak, salah seorang Guru Besar di sini, di Fakultas Kedokteran UNAIR. Dia cukup tangkas dan pandai dalam urusan organisasi. Bagiku, sangat menyenangkan bekerja sama dengan dia. Yudisium kemarin bahkan dia berhasil menjadi yang ke-4 terbaik dalam best ten kami angkatan 2006. Bangga rasanya salah satu teman bisa menunjukkan suatu prestasi.

Zulfikar adalah salah satu teman dari Lumajang. Dulu, aku mengira bahwa dia sangat kekanak-kanakan , tetapi seiring bertambahnya waktu, semakin kita sering bekerja bersama, aku jadi tahu bahwa dia adalah salah seorang anak paling pinter di 2006 versiku. Dia akan jadi ahli bedah kelak. Amiin. Kebetulan kami berdua ingin menjadi ahli bedah. 

Rencananya, kami bertiga bersama tim yang lain akan berkumpul di Base Camp BSMI di Kalidami untuk kemudian berangkat bersama-sama menuju Pacet, Mojokerto. Aku sendiri bergegas menuju ke sana dan di sana ternyata telah menunggu Mas Natsir (Kakak Kelas angkatan 2002). Beberapa akhwat ternyata juga ikut rombongan. Beberapa dari Farmasi dan sebagian dari Pendidikan Dokter sendiri. Supir kami Pak Ilham dan sahabat kami Pak Surip yang selalu setia di setiap acara khitanan massal BSMI juga telah ada di tempat.

Masih ada satu lagi orang yang kami tunggu. Namanya Ardi. Ardi adalah salah seorang teman dari Madura, tepatnya dari Sumenep. Dia juga seorang leader yang luar biasa, bagiku bekerja dengan teman-teman seperjuangan ini sangat menyenangkan. Aku berdoa mudah-mudahan mereka bisa menggapai cita-cita masing-masing. Amiiiiin.

Setengah jam berlalu akhirnya kami putuskan untuk meninggalkan Ardi. Tetapi dalam perjalanan, tiba-tiba dia menelponku, dia mengatakan telah tiba di Markas BSMI Kalidami. Yah, akhrinya mobil kami kembali untuk menjemputnya. Lengkap sudah tim yang sudah dipersiapkan. Tim terdiri dari 5 orang dokter ikhwan untuk khitanan massal dan 3 orang dokter akhwat untuk pengobatan gratis. Selain itu tim juga dilengkapi adik-adik dari farmasi sejumlah beberapa orang, serta beberapa adik kelas dari Pendidikan Dokter (Jumlahnya lupa).

Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Sawah-sawah terbentang begitu hijau, dan gunung-gunung pun begitu angkuh menunjukkan kemegahannya. Indah sekali. Cuaca cerah dan berangin mengantar kami sampai  pada tempat tujuan, yaitu Ponpes Amanatul Ummah. Subhanallah, itu adalah kata pertama yang terucap dari mulutku. Di desa yang sunyi dan terpencil ini berdiri sebuah pondok pesantren yang megah sekali. Dilengkapi dengan asrama dan sarana kesehatan. Ada pula homestay yang digunakan untuk menginap para wali santri yang hendak mengunjungi anaknya. Pondok Pesantren ini merupakan pondok modern dimana pelajaran nasional tetap menjadi prioritas utama tanpa menyingkirkan pendidikan agama Islam di dalamnya. Lulusan dari pondok ini pun berhasil menembus seleksi beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia. Luar biasa. Beberapa siswa juga berhasil menembus Al Azhar di Mesir.

Kegiatan kami sendiri di sini berupa khitanan massal dan pengobatan gratis untuk masyarakat sekitar pondok dan para santri. Jumlah pasien khitanan massal kira-kira sebanyak 34 pasien dan pengobatan gratis yang jumlahnya mencapai lebih dari 100 orang. Selain dari BSMI Surabaya, ternyata kami juga dibantu oleh tim dokter dari RSUD Mojosari sejumlah 3 orang. Sehingga total operator ada 8 orang. Khitanan massal sendiri, Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Sementara Pengobatan gratis terdiri dari 2 shift karena jumlah pasien yang banyak. Sayang tidak ada dokumentasi pada saat khitanan massal.

Berikut ini sebagian gambar yang berhasil aku ambil.

Pintu Utama depan Pondok.

Masjid. Sebagai pusat peribadahan di PonPes ini.

Asrama yang sedang di bangun.


Suasana di Jalan depan Pondok. Nampak background gunung di belakangnya. Benar-benar suasana yang menyenangkan untuk belajar.


Oleh-oleh yang lain :
Jalannya Baksos Pengobatan Gratis

Zulfikar dan Ageng yang sedang melayani pasien.

Aku sendiri sedang memeriksa pasien.

Pelayanan Pengobatan gratis.

Suasana di tempat antrian pasien. Hari sudah siang sehingga pasien mulai sepi.

Adik-adik farmasi.

Adik-adik pondok.

Tim Dokter BSMI (para sahabat)
Dari Ki-Ka : Pak Ilham, Zulfikar, Hensus, Andriy, Ardi, Ageng

Berikut adalah salam perpisahan kami dengan tempat yang sangat indah ini.


Ardi sedang mengambil gambar

Menikmati indahnya gunung-gunung di depan PonPes Ammanatul Ummah

Berikut ini foto-foto kami yang agak narsis :

Tim relawan BSMI.



Itulah sedikit dari perjalanan kami pada Baksos di Pacet Mojokerto. Sebuah tim yang solid tidak dibentuk dalam waktu yang singkat teman. Persahabatan yang lama dan pengertian yang dalam membuat kami  dapat saling bahu-membahu di bawah bendera BSMI untuk mengabdi pada pelayanan kesehatan masyarakat. Terima kasih teman, semoga kita dapat melanjutkan perjuangan kita di sini.





--Bie--

Minggu, 25 September 2011

Tour De Museum Part II : Museum Kesehatan Nasional Dr. Adhyatma MPH Surabaya




,.....Melanjutkan postingan sebelumnya, tentang tema kita "Tour De Museum", kali ini saya akan menceritakan perjalanan kami berikutnya yang mengambil tempat di Museum Kesehatan Nasional Dr. Adhyatma MPH Surabaya. Sebagai calon dokter, rasanya tidak berlebihan jika kita perlu mengetahui sejarah kesehatan masa lampau di negeri kita tercinta ini. Hal ini pulalah yang menjadi alasan kami untuk mengunjungi museum ini. Berbicara tentang museum, pasti yang terbersit dalam benak kita adalah sesuatu yang membosankan dan menjenuhkan. Bagi sebagian orang mungkin pendapat itu benar kawan, tetapi mulai mencintai sejarah dan segala sesuatu yang terjadi di masa lampau itu sangat berguna kawan. Menimbulkan rasa kebangsaan yang tinggi, mengambil hikmah dari setiap peristiwa masa lampau, dan menjadikannya motivasi dalam hidup.

 Ini adalah foto orang yang namanya digunakan sebagai nama Museum Kesehatan ini. Beliau menjabat sebagai Menteri Kesehatan RI pada tahun 90-an.

Mari kita sedikit berbicara tentang sejarah pendirian museum ini. Awalnya museum ini dirintis oleh seorang peniliti bernama Dr. Hariyadi Soeparto, dr., DOR, Msc pada tahun 1990, waktu itu museum ini hanya untuk kalangan sendiri. Baru pada tanggal 14 September 2004 Museum ini diresmikan secara langsung oleh  bapak Achmad Sujudi (Menteri Kesehatan RI waktu itu) dengan nama Museum Kesehatan dr. Adhyatma MPH.

Museum ini terletak dalam kompleks bangunan di jl. Indrapura No.17. Dari desainnya, saya memperkirakan bahwa kompleks bangunan ini dulunya adalah sebuah Rumah Sakit, karena lorong-lorongnya khas dan cukup luas juga. Kami tiba di sana kira-kira jam 12 siang. Awalnya kami sempat bingung mengarahkan motor kami. Tempatnya sepi sekali, dan museum ini tidak terletak di depan, tapi sedikit ke arah samping dari pintu utama. 

Sampai di sana kami berdua tertawa kecil,....Ha ha ha ha ha,...seperti dugaan kami sebelumnya, tidak ada lagi pengunjung selain kami berdua. Tapi tenang saja karena kami telah memperkirakan sebelumnya. Tidak menjadi masalah karena petualangan harus tetap berlanjut. Praktis hanya ada 3 orang di sana. Mungkin pengurus tetap museum ini. Ada bapak-bapak tua berumur 50 tahun-an duduk di depan museum sedang menata foto-foto "jadul" pada suatu album. Lalu dua orang lainnya di bagian sekretariat, yang sepertinya kaget sekali dengan kedatangan kami. Dalam hati saya berpikir "Apa karena jarang sekali ya museum ini dikunjungi",...Ha ha ha ha ha,..... Biarlah, yang penting kami dapat masuk ke museum ini. Untuk memasuki museum, kami harus membayar uang registrasi dulu sebesar Rp. 2000,-. Tarifnya  sama dengan tarif di Museum Tugu Pahlawan. Cukup murah juga.

Bangunan museum ini memiliki 7 ruang koleksi utama yang disebut Sasana. Begitu memasuki museum, kita akan langsung bertemu dengan sebuah patung. Jujur saja saya sendiri tidak tahu itu patung apa. Sasana yang pertama akan kita temui adalah Sasana Adhyatma. Di sini kita akan menemui koleksi dr. Adhyatma MPH selama menjabat sebagai menteri Kesehatan RI tahun 1988-1993.
 
 Memasuki area pertama dari Museum kita akan langsung bertemu dengan sebuah patung seperti nampak pada gambar.

Ini adalah foto dokter-dokter djawa pada masa-masa penjajahan Belanda. 

Yang menarik adalah bahwa ternyata mereka bisa melanjutkan pendidikan kedokterannya setelah lulus sekolah setingkat SMP seperti sekarang. Mungkin jaman dahulu sangat sedikit sekali jumlah dokter yang asli pribumi, bahkan mungkin tidak ada sama sekali sehingga karena adanya wabah penyakit tertentu, Pemerintah Hindia-Belanda merasa perlu untuk mendidik rakyat Indonesia untuk menjadi dokter.

Pakaian dokter djawa

Ijazah Diploma Dokter jaman dulu. Gelarnya Diploma, tapi orang yang bergelar ini punya kompetensi dokter pada saat itu.

Sasana yang kedua adalah sasana kencana. Dalam ruang ini dipamerkan berbagai benda bersejarah berupa tanda jasa, lencana dari logam mulia, surat tanda penghargaan dan sebagainya yang terkait perjuangan upaya kesehatan. Diruang ini pula dipaparkan sejarah dan profil perintis museum kesehatan. 


 Surat Nikah.

 Jubah Profesor yang dihibahkan untuk museum ini. 
Guru Besar di bidang Ilmu Kedokteran. Dalam foto ini adalah Prof. Pitono, dr. Sp.A(K). Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UNAIR.

Sasana berikutnya adalah Sasana Kespro. Sasana ini menyimpan serta memamerkan berbagai benda/ atau peralatan upaya kesahatan reproduksi. antara lain, Upaya kesehatan ibu dan anak dari berbagai kultur atau budaya, kesehatan kehamilan, persalinan dan keluargaberencana.

Celana Anti Perkosaan
Celana anti perkosaan model lain.

Berikutnya kita akan bertemu dengan Sasana Medik dan non Medik. Di sini terdapat berbagai peralatan medik dan non medik pendukung upaya kesehatan disimpan dan dipamerkan diruang ini. Benda-benda ini digunakan oleh institusi kesehatan pada jama dulu dan menjadi benda bersejarah yang sangat besar jasanya untuk kesehatan masyarakat kita.

Dicky dengan Motor djawa.
Motor ini digunakan oleh juru semprot malaria untuk memberantas nyamuk malaria. Metode yang digunakan adalah fogging dari desa ke desa.

Selain dengan motor, para juru semprot juga menggunakan sepeda.

Ini adalah alat fogging yang digunakan para juru semprot.

Meja Ginek Jadul.

Di sini juga terdapat "Slit Lamp" jadul.

Daur ulang alat-alat kedokteran.

Dari sasana alat medis dan non medis, kita menuju sasana flora dan fauna. Pada ruangan ini menampilkan beberapa koleksi binatang dan tumbuhan yang bisa berfungsi sebagai perantara penyakit , tetapi ada pula beberapa binatang yang berkhasiat sebagai bahan obat dan sangat menolong kita semua. 

 Ikan buntek. Dapat menyebabkab keracunan makanan.

Ada dua sasana lagi yang belum kita kunjungi. yaitu sasana kesehatan budaya dan sasana genetika. Kedua sasana ini berada di bangunan yang berbeda dari ke lima sasana sebelumnya. Ruangan budaya ini tidak terlalu jauh dari ruangan utama, kira-kira berjalan selama 2 menit. 

Sasana Kesehatan Budaya sendiri menyimpan berbagai koleksi yang sangat menarik dan menurut saya justru di sinilah daya tarik dari museum ini. Upaya kesehatan berdasarkan atas kepercayaan atau supranatural, dunia ghaib merupakan realita bdaya yang telah ada dan berkembang sejak jama dulu kala. Suatu fenomena yang menarik dan sekaligus merupaka tantangan untuk kita semua guna mengkaji dan menyibak misteri tersebut, agar supaya dapat dimanfaatkan demi kesehatan kita semua, kesejahteraan dan kemanusian. 

 
 Jelangkung dan Ninik Towok. 
Dari museum inilah saya tahu bahwa ternyata media jelangkung digunakan untuk mendiagnosis suatu penyakit yang tidak diketahui sebabnya. Permainan jelangkung biasanya ditujukan pada anak kecil yang menderita sakit tetapi tidak diketahui sebab penyakitnya apa. Seorang dukun akan memanggil roh lewat media jelangkung dan meminta bantuan untuk mengetahui apa penyakitnya.

Foto Rontgen Lumbosacaral yang Membuktikan bahwa Santet itu benar-benar ada. 
Dalam foto ini terlihat ada beberapa gotri dan paku di perut pasien. Pasien ini kiriman dari Rumah Sakit "X" di Jawa Timur ke RSU Dr. Soetomo, dan akhirnya meninggal. Sebelum meninggal kebetulan sempat di foto polos abdomen terlebih dahulu dan inilah hasilnya.

Selanjutnya kita akan Sasana Genetika. Dalam ruangan ini dipamerkan berbagai sarasilah dan silsilah garis keturunan yang sangat erat kaitannya dengan ilmu genetika dari suatu trah atau dinasti, antara lain sarasilah dari keluarga berbagai kerajaan di Indonesia. Sayangnya kamera saya baterainya habis dan tidak ada dokumentasi di sini.

Demikian perjalanan kami di Tour De Museum untuk mengisi waktu luang.  Mudah-mudahan dapat menambah wawasan teman-teman sekalian. Terima Kasih kepada kawan saya tercinta, Dicky Febrianto, dr.  atas perjalanannya. Semoga perjalanan kita masih akan berlanjut dan tidak berhenti sampai di sini.

Ada sebuah pepatah yang menarik, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, lalu bagaimana saya bisa menjadi bangsa Indonesia yang baik jika saya tidak tahu sejarah kehidupan bangsa ini dahulu kala. Sama seperti tema kali ini, bagaimana saya bisa menjadi dokter yang baik jika saya tidak tahu sejarah kesehatan di negara Indonesia tercinta kita ini.

Merdekaaaa,...!!!


--bie--





Selasa, 20 September 2011

Tour De Museum (Part I) : "Museum Tugu Pahlawan"


Saat itu awan begitu gemuk bergulung-gulung di langit, mencoba menyelimuti teriknya matahari di kala penat. Pasir-pasir saling bersahutan tersapu angin panas, dan dedaunan mulai enggan untuk berayun lagi siang itu. Pikiran manusia adalah bagai percikan listrik yang saling berlalu lalang di tempat-tempat termanis di negeri ini. Mereka saling memadu kasih dengan kertas-kertas berharga, saling berteriak di gudang-gudang mimpi yang sunyi, dan berlari tanpa batas di ruang-ruang hampa sejarah negeri ini. Aku mulai berpikir tentang bagaimana bangsa ini menjadi besar, dan lembaran sejarah pada waktu lalu telah mengusikku untuk berkunjung ke tempat-tempat yang penuh cerita masa lalu.

Menghidupkan kembali semangat masa lalu sebenarnya bukan sesuatu yang mudah. Waktu yang serasa berputar dengan cepat membuat seakan hari-hari tidaklah penting jika digunakan untuk kembali ke masa lalu. Dan kami pun sebenarnya berpikir juga demikian. Aku dan Dicky adalah dua orang yang saat ini sedang mengalami masa-masa menjadi pengangguran setelah masa pengabdian kami sebagai dokter muda di rumah sakit telah selesai, dan kini kami hanya tinggal menunggu yudisium. Prosesi yang akan menentukan apakah kami dapat segera menjadi dokter atau tidak. Siang itu kami berdiskusi tentang hal-hal teknis mengenai pasien-pasien kami kelak, juga berdiskusi banyak tentang masa depan, dan sesekali bercanda tentang masa-masa sekarang. Banyak berbicara membuat kami bosan dan mulai bingung tentang rencana jangka pendek saat ini. Rencana yang harus kita putuskan dalam hitungan menit supaya kebosanan ini tidak menjadi akut. Karena kalau tidak, kami pastikan hari ini akan berlalu begitu saja tanpa arti. 

,.....Dicky adalah seorang yang tertarik dengan sejarah dan dia pulalah yang mencetuskan ide untuk pergi ke Museum Tugu Pahlawan. Aku sendiri langsung terinspirasi, dan secara spontan aku langsung meng-iyakan ajakan Dicky. Tetapi satu museum terlalu singkat untuk membunuh waktu hari ini, aku tawarkan lebih banyak museum lagi dan Dicky setuju, hingga akhirnya kita berdua sepakat jika hari ini kita akan jalan-jalan kota Surabaya dengan tema "Tour De Museum",....dengan museum pertama yang kita kunjugi adalah Museum Tugu Pahlawan,...


,.....Untuk mencapai museum ini tidaklah sulit, terlebih kami berdua hanya menggunakan motor untuk jalan-jalan. Satu hal yang cukup menyesakkan hanya cuaca siang itu yang panas sekali, dan aku yakin tidak ada lagi kota di Indonesia ini yang sepanas kota Surabaya sekalipun Jakarta. Intinya Monumen Tugu Pahlawan terletak tidak jauh dari Pasar Turi, JMP, Bank Indonesia, dan dan dan,....banyak lagi,...gampang lah pokoknya. Alamat lengkapnya ini :
Museum Tugu Pahlawan & Sepuluh Nopember
Jl. Pahlawan, Surabaya 60175, Indonesia.
Phone: +62 31 3571100 / Fax: +62 31 3571100

Jam 10.15 kami tiba di lokasi dan membayar parkir untuk si "Supri", motor kesayangan yang sudah melanglang buana di sekitar Jawa Timur. Sebenarnya, aktivitas seperti ini tidak akan jauh - jauh dari dokumentasi fotografi amatir dari Canon A-480 Powershot milikku, atau dengan kata lain bolehlah disebut "narsis". Tapi apapun itu, paling tidak ini akan menjadi kenangan untuk kami kelak. 

Mari kita mulai dari depan. Kita akan melihat patung dengan latar belakang tugu pahlawan di belakangnya. ada beberapa tiang bersejarah sisa-sisa bangunan yang runtuh akibat perang dengan tentara Inggris pada 10 November 1945 dulu,...

  
 Dicky yang sedang khidmat mengangkat tangan kanannya untuk hormat.
   
 
Aku sendiri memberi hormat setinggi-tingginya untuk para pahlawan negeri ini.  

"Dari sudut positif, kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang sehat (Bung Karno)."

Kutipan ini aku ambil dari salah satu pidato Bung Karno. Jelas sekali dikatakan bahwa kepribadian bangsa ini sangat tergantung dari bagaimana rasa kebangsaan dari masyarakat suatu bangsa. Sebenarnya ini merupakan cambuk bagi diriku sendiri dan sekaligus sebagai media pengingat bahwa kita tidak boleh untuk tidak ikut memikirkan bangsa ini. Lakukan sekecil apapun yang bisa kita lakukan untuk kebaikan dan kemajuan bangsa ini. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya" (Bung Karno).

Cukup diplomasinya, mari kita lanjutkan tema kita. Dari depan, seperti yang ada pada gambar. Bahwa pemandangan pertama yang akan kita jumpai adalah dua patung Proklamator kita. Selanjutnya kita akan berjalan menyusuri taman di sebelah kiri area Museum, dimana sepanjang taman ini akan terdapat beberapa patung dan pepohonan. 



Berlagak Hormat aja,....


   
  

Ada sebuah prasasti di sana,..dan kami pun tidak melewatkan momen untuk berfoto dengan latar belakang Tugu Pahlawan di belakangnya. Secara jelas tulisan yang ada dalam batu adalah seperti yang ada di bawah ini.


Batu ini terletak persis di depan pintu masuk Museum. Dan untuk masuk Museum kita harus membayar uang registrasi masuk sebebsar Rp. 2000,- / orang. Cukup murah untuk mengenal sejarah dari kota Pahlawan ini. Ketika masuk ke ruangan Museum, kita akan menuruni tangga dan menemui sebuah ruangan. Dan di ruangan yang akan kita temui ini, kita akan menemui beberapa koleksi museum berupa dokumentasi-dokumentasi penting tentang peristiwa bersejarah 10 November 1945. Ada patung-patung dan diorama peperangan jaman dahulu. Di bagian tengah terdapat patung pejuang. Bangunan Museum ini sebenarnya adalah suatu bangunan piramid yang masuk ke bawah sedalam 7 meter. Alasannya adalah supaya tidak mengganggu penampakan dari Tugu Pahlawan. Ketika kami keluar, ternyata bangunan ini pun sebenarnya belum selesai dan masih dalam pengerjaan.

 Pidato Bung Tomo



Koleksi-koleksi foto-foto Surabaya tempo dulu.

 Dicky sedang mengikuti rapat staf para pahlawan

 Hahahaha, sedang menonton video perjuangan bersama anak-anak TK,..


Team Lengkap,.."Tour De Museum"

,....Sejarah adalah segala sesuatu yang telah terlewati oleh masa kini. Berbagai peristiwa telah terjadi dan beberapa saksi telah gugur dalam heningnya nurani yang abadi dengan cita-citanya yang luhur. Aku sebagai pribadi yang awam akan politik, menyampaikan dalam kegelisahan hati yang paling dalam akan nasib bangsa ini. Aku sendiri takut berteriak, karena bagiku itu sama saja dengan bunuh diri. Kesannya seperti seakan-akan aku ini mampu menyelesaikan masalah. Tetapi bersikap acuh juga bukan solusi, karena tetap hati ini kesal melihat saudara-saudaraku tertekan akan suasana negeri ini yang mulai tidak bersahabat.



 Senjata-senjata yang dipergunakan pada perang perlawanan arek-arek suroboyo terhadap tentara Inggris

Tank-nya mantab. Terletak di luar area Museum.

,....Negara ini telah kacau oleh orang-orang yang disilaukan oleh gelimang kekuasaan. Hingga idealisme mereka tergerus oleh arus politik yang mengedepankan kepentingan kelompok dan golongan. Nilai-nilai kebangsaan mulai luntur dan sejarah telah mereka lupakan. Patriotisme hanya sebatas nyanyian dan jiwa mereka sama sekali kosong akan nilai-nilai toleransi saat ini. Pagi ini aku melihat siswa SMA mulai berani main pukul, di sisi lain sekolah-sekolah mulai kehilangan atapnya, tembok-temboknya mulai rapuh dan siswa-siswa belajar di bawah terik matahari. Guru-guru tidak diijnkan mengajar dengan tenang karena gaji mereka di korupsi di tingkat dinas, Sehingga aku curiga bahwa lingkaran setan inilah akar dari permasalah kebangsaan nasional yang seharusnya diajarkan pada anak-anak mulai dari kecil.

Ah,...aku yakin pendidikan bukanlah satu-satunya alasan dasar. Permasalahan ekonomi tidak kalah penting. Kemiskinan yang tidak kunjung usai malah diperparah dengan berita-berita tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi. Katakanlah semua itu benar tetapi pada kenyataannya masyarakat semakin sulit mendapat pekerjaan, harga-harga sembako sulit di jangkau dan dampaknya kriminalitas pun semakin merajalela sebagai akumulasi kekecewaan masyarakat tingkat bawah. Semua ini pulalah yang akan mempengaruhi rendahnya rasa kebangsaan masyarakat. Orang akan cenderung individualis dan tak mau tahu persoalan bangsa. Bangsa ini akan menjadi apatis dan saling mencurigai satu sama lain. Bangsa ini telah sampai pada titik dimana hidup tak lagi nyaman untuk bertegur sapa. Lama-kelamaan aku takut bangsa ini mulai melupakan sejarah masa lalu-nya. Kita tidak boleh pesimis, karena pesimis mematikan cita-cita. Kita kembalikan tujuan nasionalisme berlatar belakang rasa kebangsaan yang tinggi. Demi negara Indonesia tercinta kita, demi anak-anak muda negeri ini, dan demi Tanah Air kita tercinta.

Foto-foto yang lain :

 Bendera Batalion Suropati

 Foto Asli Tragedi Perobekan Bendera di Hotel Yamato



 Gedung Tentara Jepang Yang Saat Ini Jadi Lokasi Museum Tugu Pahlawan

  Surat Ancaman untuk Masyarakat Surabaya

 Surat Asli dari Brigadir Mallaby

 Brigadir Jend. Mallaby

 Radio Kesayangan Bung Tomo

“Untuk membangun suatu Negara yang Demokrasi, maka satu ekonomi yang merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup”.
(Bung Karno, 1945)

Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan
mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan
itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan
gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.
[Pidato Bung Karno pada HUT Proklamasi, 1963]

Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita, saoedara-saoedara lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.
Sembojan kita tetap: Merdeka atau Mati.
(Bung Tomo)

Aku sengaja mengutip beberapa kata-kata dari para pemimpin besar bangsa ini kawan. Supaya kita ingat bahwa bangsa ini pernah dipimpin oleh seseorang yang besar. Demikian kisah perjalanan kami di Museum yang pertama. Nantikan perjalanan kami di Museum selanjutnya. Terima Kasih.




---bie--