Selasa, 05 Juni 2012

,....Malam Cinta,...


Note :

Aku menenggelamkan diri dalam lamunan sejenak malam ini. Memandang langit hitam yang penuh dengan titik cahaya keindahan para bintang. Sementara bulan enggan menunjukkan sebagian wajahnya malam ini, tetapi cahayanya tetap dapat membuat hati yang gundah menjadi damai. 

Memandang ke atas, ke arah langit lepas bagaikan memandang cinta. Semuanya tampak indah. 

Aku duduk termenung di kursi lamunan rindu. Lalu membuka ruang-ruang pikiranku dalam relung hati yang mulai gundah akan masa depan. Begitu ruang ini terbuka, aku mulai takjub. Aku melihat pelangi menghiasi mimpi-mimpi kami beberapa waktu yang lampau. Warna-warna itu terlukis abstrak dalam kanvas kehidupan yang nyata. 

Aku juga mendengar ada gemericik air jatuh dari jurang harapan. Suaranya merdu, bagaikan dawai gitar yang dipetik pelan oleh jari manis cinta. Menyanyikan lagu kehidupan yang terjal seperti air kali yang menabrak batu-batu licin di tepi-tepi pantai.

"Pernahkah kau jatuh cinta kawan?". 

Aku ingin bercerita pada kawan-kawan kecil yang setia menungguiku. Mereka adalah kawan-kawan dalam imajinasiku.

Aku menegur tanganku yang menepis lambaian tangannya. Aku kecewa pada diriku senidiri karena telah membuatnya menangis. Perempuan ini tidak layak bersedih karena laki-laki. Hatiku terbawa aliran emosi yang semestinya tidak meng-ombang-ambing-kan dirinya. Saat melihat air matanya jatuh membasahi pipinya yang lugu, aku tahu telah melukai hatinya yang rapuh. Aku ini laki-laki yang tidak romantis, begitu katanya.

Aku terdiam sejenak, kemudian kembali menatap wajahnya yang basah akan air mata. Dia sama sekali tidak memandangku, mungkin dia sangat membenciku waktu itu. Aku adalah lelaki payah yang selalu membuatnya menangis.

Saat aku mendapatinya tergulai lemas tak berdaya. Aku sadar sesuatu telah terjadi hingga sejauh ini. Aku memapahnya dalam kegelisahan dan kekhawatiran. Aku hanya ingin ini segera berakhir. Melihatnya menangis saja membuatku bimbang, apalagi harus melihat dirinya tergulai tak berdaya karena aku. Aku harus akhiri perasaan bersalah ini dan segera melakukan sesuatu. Aku ingin merawatnya sebaik mungkin. Aku ingin menemaninya sampai dia terbangun. Saat itulah aku sadar, aku tidak ingin melihatnya menangis lagi. Aku mencintainya.

Itulah kawan, aku mencoba menuangkan semuanya dalam cerita. Aku menulisnya sambil memandang bintang dan bulan yang menampakkan sebagian wajahnya. Aku menulisnya karena rindu. Aku menulis kata-kata cinta untuknya, supaya dia tidak menangis lagi.

.................................
When I see you smile
I can face the world,
you know I can do anything
When I see you smile
I see a ray of light,
I see it shining right through the rain 

...........................................................

Beginilah nasib penulis tanggung yang kehabisan kata-kata. Dia hanya menggerakkan pikirannya mengikuti hawa nafsu menulisnya. Membuang jauh-jauh batasan aturan tentang prosa liar tak beraturan. Sembari menggunakan majas-majas  lebay  dan intonasi yang kurang lucu. Kadang tak bermakna, tak tersirat ataupun  mendalam. Hanya untaian kata-kata.




---bie--