Rabu, 11 Juli 2012

"Mahameru" (3.676 m dpl)

Mahameru (3.676 m dpl)
















Hatiku mulai risau ditampar kerinduan yang dalam
jiwa ini pun mulai kehilangan keberanian seperti kala itu,...
aku berusaha menatap kembali semangatku yang menggebu,..
meraih cintaku pada asa di gunung-gunung mimpi
menghirup udara sejuk tanpa debu,..
aku merindukan derasnya aliran darahku ketika menggapai kabut dini hari
lalu menjejakkan kaki-kaki ini ke dalam jurang cinta yang dalam,..
menerobos hawa dingin
membasuh wajah ini dalam suka duka pendakian,..
kebersamaan dengan angin yang bertiup kencang,.
dan rumput basah malam hari,...

(Bie, 26 April 2012)


Kami ingin menikmati akhir tahun ini bersama kabut tipis
yang turun menelusuri lembah kasih "Ranu Kumbolo",...
Menapaki "Tanjakan Cinta",...
dan merebahkan sejenak rasa lelah ini di hamparan luas "Oro-Oro Ombo",..
merenungi bekas aliran lahar di "Kalimati"
menyampaikan salam keagungan pada jurang-jurang di sekitar "Arcopodo"
hingga akhirnya kami berharap dapat menyapa surya di balik "Mahameru"
yang selalu bergemuruh,...

(Bie, 22 Desember 2011)


Ketika senja mulai menyongsong asa di sore itu, perasaanku berkecimuk begitu lelah oleh derasnya pikiran-pikiran yang buruk. Hari itu begitu melusutkan lipatan bajuku. Membuat bajuku tampak kusut dan kotor. Membuat keringat ini berceceran dan tercetak indah dalam lukisan motif batik jogja yang aku kenakan sore itu.

Rutinitas di kota membuatku gerah dan ingin segera menyapa hawa dingin hutan-hutan. Aku membaca kembali janji-janjiku pada lembaran balik isi pikiranku masa lalu. Aku ingat aku telah berjanji pada diriku sendiri saat itu. Sepertinya saat ini adalah saat yang tepat untuk mengunjungi lagi Semeru dan Jonggring Saloka. 

Aku pikir tidak ada salahnya sekali-kali menjadi orang tertinggi di Jawa. Sehingga aku memutuskan untuk kembali melakukan pendakian ke Gunung Semeru (3.676 m dpl) pada tanggal 4-8 Juli 2012 kemarin. Untuk memenuhi janjiku pada Mahameru, dan Jonggring Saloka, bersama tiga rekan gunungku, Anang NP, Ahmad Kholis Abror dan Anggita S Priantary.



Cerita ini berupa tulisan-tulisan tak bersajak,
terpikir saat kaki-kaki ini menapaki jalan setapak di Semeru
lirik-lirik tak beraturan
dengan rima yang tak berbatas
dan makna yang hambar




Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Semeru (3.676 m dpl) pada tanggal 4-8 Juli 2012 :


Gunung Semeru yang dinamakan dari kata Sumeru, pusat jagat raya pada kosmologi Hindu merupakan gunung berapi tertinggi (yang masih aktif) di Pulau Jawa dan gunung berapi ketiga tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci (3.805 m dpl) di Jambi dan Gunung Rinjani (3.726 m dpl) di Lombok.

Bagi pecinta alam atau para penggiat alam bebas, Gunung Semeru merupakan salah satu gunung yang "wajib" dikunjungi. Selain merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dalam perjalanan menuju puncak Mahameru, para pendaki tidak akan henti-hentinya disuguhi panorama alam yang sangat indah mulai dari areal persawahan, perbukitan, padang savana, ladang edelweiss, hutan cemara hingga areal berbatu dan berpasir dalam perjalanannya menuju puncak Mahameru.


Dokumentasi pribadi :


Saat menunggu rombongan lain di Pasar Tumpang

Jeep yang akan membawa kami ke Ranu Pane

Dari Pasar Tumpang kita akan melanjutkan perjalanan ke Desa Ranu Pane. Desa terakhir sebelum pendakian ke Mahameru. Sebelumnya kita harus mengurus perijinan terlebih dahulu di sebuah kantor perijinan dengan menyertakan surat kesehatan dan fotokopi KTP.

Pos Perijinan
Panorama selama perjalanan menuju Ranu Pane :

Gunung Bathok dari arah belakang

Gunung Bathok dari Gubug Klakah
Lembah sekitar Bromo
Indahnya Taman nasional Bromo Tengger Semeru

Ranu Pane merupakan desa terakhir di kaki Gunung Semeru yang terletak di Ketinggian 2.100 m dpl, tempat persinggahan para pendaki yang akan mendaki Gunung Semeru. Sebelum pendakian kita akan melapor dulu ke Pos Pendakian ranupane dengan menyerahkan berkas yang kita dapat dari kantor perijinan tadi. 

Sebelum berangkat biasanya kami menyempatkan diri untuk sholat serta tidak lupa menyantap makanan favorit kami, yaitu "kare ayam Ranu Pane". Setelah menyantap makanan, kami bersiap berangkat untuk menuju camp  pertama kami, Ranu Kumbolo.


Ranu Pane
(Ranu artinya danau)

Rombongan  kami, sebelum berangkat dan setelah makan kare.
dari ki-ka : Anggi, Kholis, aku sendiri, Anang

Areal Persawahan di Ranu Pane

Ranu Kumbolo memiliki luas 14 ha dan berada pada ketinggian 2.390 m dpl. Ranu Kumbolo terbentuk dari massive kawah Gunung Jambangan yang telah memadat, sehingga air yang tertampung tidak mengalir ke bawah seturut gravitasi. (Wikipedia). 

Ranu Kumbolo merupakan danau terbesar di antara danau-danau lain yang ada di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, yaitu Ranu Pane (1 ha), Ranu Regulo (0,75 ha) dan Ranu Darungan (0,5 ha). 

Pada musim kemarau seperti ini, suhu di Ranu Kumbolo bisa mencapai 2-4 derajat celcius. Udara yang dingin di sini tidak hanya disebabkan oleh udara diam, tetapi juga karena kencangnya angin yang berhembus ke lembah sehingga menjadikan udara lebih dingin. 

Apapun itu, Ranu Kumbolo merupakan salah satu spot terindah dalam sejarah pendakianku.

Dokumentasi : 

Ranu Kumbolo



Saya kutip puisi ini...

Pernah aku dan kau...
sama-sama daki gunung-gunung tinggi
hampir kaki-kaki kita patah
dan nafas kita putus-putus
tudjuan esa, tudjuan satu :
pengabdian dan pengabdian kepada
...Jang Maha Kuasa....

Petikan Puisi dari Idhan Lubis yang berjudul "Djika Berpisah", ditulis di Polonia, 8 Desember 1969. Puisi ini ditemukan di laci kamarnya bebarapa hari setelah kematiannya di Mahameru.


Sunrise di Ranu Kumbolo

Dokumentasi Yang lain :

Kristal es di tenda kami

Berfoto sebelum melanjutkan perjalanan menuju kalimati

Dari Ranu Kumbolo, kami melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Sebelumnya kita harus melewati sebuah tanjakan yang dikenal dengan nama "Tanjakan Cinta". Di sini dipercayai sebuah mitos, seperti yang sudah diceritakan pada postingan sebelumnya.

Rombongan pendaki di tanjakan cinta


Ranu Kumbolo dari ujung Tanjakan Cinta


Sejenak angin mulai menyapaku yang larut dalam lamunan angan
aku yang lelah berjalan sedari tadi
telah menemukan keindahan sejati dibalik misteri gunung-gunung abadi
perasaan ini bagai larut dalam sepinya danau cinta para dewa,..
memandang jauh di balik belahan lembah kasih "Ranu Kumbolo"
sambil memandang wajahnya
dalam hati aku berkata "kata-kata" cinta,..
aku mencintainya,..

(Bie, 29 Desember 2011)

Setelah melewati tanjakan cinta, menapaki bukit, maka kita akan disuguhi pemandangan yang luar biasa berupa padang rumput yang terbentang luas. Padang rumput yang luas ini disebut "Oro-Oro Ombo". Oro-Oro Ombo merupakan padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon-pohon pinus yang dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan sangat indah.


Menelusuri punggungan di perbukitan komplek Oro-Oro Ombo


Oro-Oro Ombo saat musim kemarau

Lavender

Now i see the secret of the making of the best persons,
It is to grow in the open air and to eat and sleep with 
the earth.

(Song of The Open Road, Walt Whitman)

Kutipan puisi ini menjadi prolog tulisan Soe Hok Gie mengenai salah satu kegiatan yang paling digemarinya : naik gunung, kegiatan yang selalu mengembalikan semangat hidupnya, dan pada akhirnya mengembalikannya pada pencipta-Nya.

Dua larik diatas, menyatakan bahwa untuk menjadi orang terbaik seseorang harus dekat dengan alam.

Setelah Cemoro Kandang, perjalanan berlanjut ke padang rumput Jambangan. Di sini terdapat jenis-jenis flora seperti cemara dan bunga edelweiss. Dari tempat ini, dapat dilihat dengan jelas Puncak Mahameru yang menjulang tinggi dengan kepulan asap yang menjulang ke angkasa serta alur lahar pada seluruh tebing puncak.


Anang : dengan backgraound Mahameru dari Pos Jambangan

Setelah melewati Jambangan, maka kita akan menemukan sebuah daerah yang cukup luas dan ditumbuhi pohon-pohon edelweiss. Daerah ini biasa disebut pos Kalimati. Kalimati merupakan tempat untuk mempersiapkan diri sebelum mendaki kerucut Gunung Semeru. 

Selain ditumbuhi rerumputan dan edelweiss, Kalimati juga dikelilingi kelompok hutan alam dan bukti-bukit rendah. Di dekat kawasan ini terdapat sumber air yang berjarak kurang lebih 1 km ke arah barat menyusuri kali yang sudah kering, biasa kita sebut "Sumber Manik". Konon katanya sumber air disini digunakan oleh umat Hindu untuk mengambil tirta (air suci) pada pendakian gunung Semeru.

Pos Kalimati

Bersama rombongan lain dari Surabaya

Hembusan angin ini yang membuatku tersenyum sedari tadi
membuatku selalu menengadah sayangku
menatap indahnya sekumpulan awan di atas
Dedaunan mulai berbisik malu-malu
Edelweis seakan mengajakku bercengkarama
pasir dan debunya yang membuat suasana menjadi harum
Mahameru memang selalu ku rindu,..

(Bie, 13 Juli 2012)

Untuk menuju puncak, perjalanan berikutnya dari Kalimati di lanjutkan dengan menanjak. Pos berikutnya adalah Arcopodo. Biasanya para pendaki akan memulai mendaki Mahameru pada dini hari, kami sendiri berangkat sejak pukul 23.30 malam. 

Arcopodo berada di lereng puncak Gunung Semeru dengan jalanan yang terus menaik dan berliku. Kondisi tanahnya berdebu dan banyak ditumbuhi pohon-pohon cemara. Di sinilah batas vegetasi terakhir sebelum merangkak di punggungan Mahameru.


Matahari mulai muncul

Sunrise : 100 m sebelum puncak Mahameru


Negeri di atas awan

Taruh puncak itu di depan kita, dan jangan lepaskan!
Yang kita perlukan adalah kaki yang berjalan lebih jauh,
dan tangan yang berbuat lebih banyak
Leher yang akan lebih sering melihat ke atas
Mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya
Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja
Hati yang akan bekerja lebih keras
Serta mulut yang akan selalu berdoa.
.....................................................

(Dikutip dari Novel "5 cm")

Akhirnya janji itu terpenuhi,............

In Meoriam Soe Hok Gie dan Idhan Lubis

Yang mencintai udara jernih
Yang mencintai terbang burung-burung
Yang mencintai keleluasaan dan kebebasan
Yang mencintai bumi

Mereka mendaki ke puncak gunung-gunung
Mereka tengadah dan berkata, ke sanalah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis pergi
Kembali ke pangkuan bintang-bintang

Sementara bunga-bunga negeri ini tersebar sekali lagi
Sementara sapu tangan menahan tangis
Sementara Desember menabur gerimis

--24 Desember 1969--
Sanento Yuliman


Kawah Jonggring Saloka

Puncak Mahameru, bersama sahabat-sahabat gunungku
Anang, Aku sendiri, Kholis
Anggi gagal mencapai puncak, tetapi puncak ini kami dedikasikan untuk teman kami tersebut, Anggita S Priantary


Mahameru, 7/7/2012

Camerado, i give you my hand!
i give you my love more precious than money,
i give you myself before preaching or law ;
will give me your self, will you travel with me?
Shall we stick by each other as long as we live?

(Walt Whitmann, dikutip dari buku "Soe Hok Gie-Sekali Lagi")

Demikianlah cerita singkat perjalanan kami pada pendakian Gunung Semeru tanggal 4-8 Juli 2012 kemarin.

Apa yang membuat kami merasa perlu untuk menapakkan kaki kami di puncak gunung-gunung?. 
Apa yang membuat kami merasa perlu untuk mengenal masyarakat bangsa ini jauh lebih dekat?
Apa yang membuat kami berusaha menyisihkan waktu untuk paling tidak merasakan hawa dingin gunung-gunung?
Apa yang dapat membuat kami mencintai tanah air kami lebih dalam?
Apa yang membuat kami mau mendekati dan menelusuri hutan-hutan?
dan sejuta pertanyaan lain yang mungkin pernah ada selama ini,..

Semua ini tentang "soul" yang sangat sulit dijelaskan,...
kesinilah kawan, 
mari mendaki gunung,..
lalu rasakan sendiri bagaimana gunung akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi,...


Salam sebelum turun ke Ranu Kumbolo setelah perjalanan ke puncak yang melelahkan.
Nampak Mahameru tetap gagah di belakang kami.

Dan di atas sana
di tengah-tengan angin yang menderu-deru
di antara jurang yang berujung kelam,
omong kosong kalau kau tidak berbicara tentang Tuhan
kau akan menyadari seberapa kecil dan lemahnya dirimu
di tengah hamparan alam semesta.
.................



--Bie--