Selasa, 16 Juli 2013

Visit "Dayak Tribe" in Pampang Cultural Village

Gadis Suku Dayak

Saat ini angin tengah menerpa wajah-wajah kusut yang malas
memandang cermin, nampak pula raut muka yang enggan
berpaling rasa tetap saja menusuk hati bila rindu
hari-hari ini aku semakin sering berdebar
menanti bidadari yang selalu tertulis dalam sajak
aku bertanya pada diri sendiri
mengapa jarak selalu indah bila tetap terbentang
lalu dalam sekejap waktu berhenti mempertemukan dua insan yang malang
menertawakan nasib mereka 
bermain drama dalam kisah roman bernada cinta
berpeluk erat dalam rindu syar'i suami istri
......
aku telah merasakan deburan ombak rinduku mulai mengalir pelan
mulai menatanya kembali setelah sekian waktu
berkata istriku tercinta dan buah hati
jemputlah aku dalam keharuan dan rindu
temani sejenak dalam rantau
nyanyikan sesuatu yang merdu
......
Lalu aku kembali menatap cermin
aku kira wajah yang kusut telah terurai
tapi aku salah karena kali ini ternyata pantulanmu mengisyaratkan malu
aku pun tersenyum
aku memang sedang bersuka wahai cermin
aku sedang bergembira saat ini
cukuplah bila aku akan menghadiahkan sajak pada sang waktu
terimakasih telah memberikan sebagian "dirimu" kala itu
membiarkan aku, istriku dan buah hati
menikmati "mu" walau sejenak
melepas rindu dan apapun itu,.....


(Untuk Istriku Tercinta, yang menyempatkan diri untuk mengunjungiku di perantauan ini)

Puisi di atas adalah persembahan untuk istri tercinta yang menyempatkan diri mengunjungi Kalimantan. Istriku memutuskan menggunakan jatah liburnya untuk berkunjung ke Muara Badak selama seminggu. Sebenarnya aku agak khawatir karena istriku tengah mengandung 5 bulan, tapi dia memaksa jadi apa boleh buat. Singkat cerita kami menghabiskan waktu berdua di Muara Badak dan mengunjungi beberapa tempat. 

Sebelumnya, kami berdua sempat jalan-jalan di kota Balikpapan, menghabiskan waktu seharian di Samarinda, untuk sekedar duduk-duduk menikmati senja di tepian sungai Mahakam. Semuanya cukup menyenangkan. Tapi dari semua itu, ada yang paling menarik dalam tema liburan istriku kali ini. Sebuah perjalanan budaya. Sebuah perjalanan untuk sekedar menikmati keragaman budaya negeri ini.

Kami memutuskan untuk mengunjungi Kampung Dayak di Desa Pampang. Sebuah perjalanan budaya yang terus terang sudah lama kunantikan, dan momen ini terasa spesial karena aku dapat mengunjungi suku dayak asli bersama istri tercinta.

Sedikit tentang Desa Budaya Pampang :

Desa pampang dikenal sebagai kampung dayak. Dihuni oleh mayoritas Suku Dayak Kenyah, dimana suku dayak ini merupakan penduduk asli yang ada di Kalimantan. Desa ini merupakan kawasan cagar budaya yang memperlihatkan kesenian serta kebudayaan, dan menjadi tepat tinggal masyarakat suku Dayak Kenyah. Setiap minggu, masyarakat Dayak Kenyah penghuni Desa Pampang selalu menggelar pertunjukkan budaya.

Ada berbagai macam tarian dan atraksi yang dipentaskan, antara lain Kancet Lasan, Kancet Punan, Kancet Nyelama Sakai, Enggang Terbang, Manyam Tali, dan masih banyak lagi. Pertunjukkan seni budaya ini selalu dilaksanakan di bangunan Lamin Adat (rumah adat suku Dayak) yang terletak tepat di tengah Desa Pampang bangunan Lamin yang megah dan penuh dengan ukir-ukiran khas Dayak menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung. Biasanya Lamin ini menjadi tempat favorit pengunjung untuk mengambil foto karena keunikan bangunan serta keindahan arsitekturnya yang menawan. (Nama tarian nyari di blog tetangga hehe)



Aku dan istriku berangkat dari Muara Badak mengendarai motor saja berdua, kurang lebih 45 menit kami menempuh perjalanan dengan kecepatan santai. Sambil menikmati alam dan hutan di sepanjang jalan Trans Kalimantan, yang tentunya ini menjadi pengalaman yang berbeda untuk istriku. Dari jalan besar kami harus masuk lagi ke sebuah desa kecil sejauh kurang lebih 5 km sebelum akhirnya sampai ke Desa Budaya Pampang. Untuk dapat menyaksikan berbagai pertunjukkan yang dilaksanakan masyarakat Desa Pampang kami hanya mengeluarkan uang Rp. 5.000,-. Mungkin untuk biaya parkir.

Bersama Istri


Bagi yang ingin berfoto dengan penduduk lokal yang mengenakan pakaian adat, kita harus membayar biaya tambahan sekitar Rp. 25.000,-. Diluar pertunjukkan yang dilakukan untuk upacara tertentu,  pertunjukkan budaya di Desa Pampang dilaksanakan setiap hari Minggu mulai pukul 13.00 sd 15.00 WITA. Pertunjukkan ini hanya dilaksanakan sekali. Disarankan untuk tidak datang terlambat agar tidak melewatkan pertunjukkan. Aku sendiri juga nyaris melewatkan pertunjukkan tersebut karena datang terlambat, tetapi untungnya pada hari itu, ada rombongan dari Amerika yang ingin melihat pertunjukkan Suku Dayak sehingga beruntunglah kami dapat menyaksikan kembali pertunjukkan dari awal.

Beberapa Dokumentasi Yang Lain :

Gadis Suku Dayak menari

Salah satu ketua adat Suku Dayak

Para Lelaki pun tidak kalah dalam hal tarian

,…………….
Ada sejuk yang sedari kemarin selalu hinggap di ujung penantian sore
Menanti senja sambil melihat burung-burung menari
Aku tiba dan langsung terhanyut dalam lamunan
Menelisik ke masa beberapa minggu yang lalu
Menatap wajah istriku yang sendu
Lalu melambainya penuh haru,..
Aku telah mengukir jejak baru penuh mimpi
Harapan tentang masa depan yang lebih baik,…
Menjadi baik adalah pilihan yang terombang ambing
Sementara tangan ini hanya cukup untuk menggapainya entah kapan…
Aku mencintaimu istriku…
Mari kita lewatkan awan-awan lain di penjuru Nusantara ini bersama-sama
Menyapa setiap penjuru budaya di negeri tercinta,…




Istri Tercinta : gendut,..lagi hamil hehe



Sebelumnya aku telah lelah berjalan, meratapi rasa rindu yang membuatku semakin pedih. Pedih karena ternyata rasa hati seakan jauh terjun ke dalam jurang cinta yang dalam. Lalu aku berbalik menatap cinta dalam cermin. Membayangkan jauh ke dalamnya, kemudian mencoba memasuki alam mimpi para pecinta di cermin cinta. Aku temukan alur-alur kebingungan ketika sejenak angin menyapaku begitu deras lalu bertanya padaku tentang rasa cinta. Aku berdiskusi dengan hatiku  dalam suasana riang. Membawakan tema indah tentang rasa rindu.

Demikianlah kisah singkat perjalananku bersama istri mengunjungi Desa Budaya Pampang. Untuk sekedar mengenal salah satu budaya eksotis negeri ini. Untuk lebih mengenalkan rasa cinta terhadap warisan budaya bangsa pada diri kami sendiri. Untuk selalu tersenyum menatap setiap pengalaman perjalanan kami. Sebuah perjalanan hati.

Terima Kasih.... 



Bersama Wanita asli Suku Dayak


-Bie--