Selasa, 28 April 2015

A Journey... : Gede Pangrango

Lanjutan :

Malam ini ingin sekali rasanya membayar hutang satu setengah tahun yang lalu. Rasanya seperti nostalgi ketika kembali mengingat satu persatu cerita perjalanan kami di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cerita yang harusnya terselesaikan lebih awal sejak hari ini. 

Entah apa yang membuatku sendu. Tiba-tiba sangat merindu bagaimana rasanya kembali menulis. Hampir sepanjang tahun tidak menjejakkan kaki di gunung rasanya aneh. Hampir setahun pula cerita ini mengambang di kenangan tanpa tersurat dalam sebuah sajak ataupun prosa. Malam ini, mari kita membuka kembali kenangan tentang Gede Pangrango.


 ,........................
Semakin dekat semakin kencang suara berisik itu,...
kami melajukan langkah semakin derap
dedaunan menyibak manis wajah kuyu kami,..
terjangan kerikil kami hiraukan
canda tawa menjadikan lupa
dan satu demi satu keindahan kembali menyapa kami

rupanya,...
rasa penasaran pun sirna seketika,..



 
Air Terjun Pancaweuluh


Dari Pos Kandang Batu kami melanjutkan perjalanan menuju Pos berikutnya Pos Kandang Badak. Sepanjang perjalanan kami masih disuguhkan pemandangan yang sangat indah khas hutan tropis di kebanyakan hutan Pulau Jawa. Sejenak kami berjalan, kami disuguhi sebuah pemandangan air terjun yang sangat indah. Rasa-rasanya sulit untuk melewatkan untuk tidak sejenak berhenti, mengisi persediaan air dan melepas dahaga karena rasa haus.

Kami melanjutkan perjalanan usai puas menikmati air terjun. Di sekitar air terjun ini lintasan terjal dan sempit sehingga harus menunggu antrian satu persatu untuk melewatinya. Setelah itu jalur mulai landai dan sedikit menurun hingga Pos Kandang Badak. Setelah melakukan perjalanan beberapa jam, kami akhirnya sampai di Pos Kandang Badak. Dan sesuai perkiraan kami malam sebelumnya, Pos Kandang Badak sudah dipenuhi oleh rombongan pendaki. Sangat padat dan bahkan kami tidak menemukan tempat untuk membuka tenda. Akhirnya kami hanya istirahat sejenak untuk memikirkan perjalanan selanjutnya. 

Bagi pendaki, sebaiknya mengisi persediaan airnya di Pos Kandang Badak, karena perjalanan selanjutnya akan sulit untuk mendapatkan air. Setelah Kandang Badak, perjalanan menuju puncak sangat menanjak dan melelahkan, disamping itu udara juga sangat dingin. Terutama bila kita melanjutkan perjalanan ke puncak Gunung Gede. 

Kami sendiri menargetkan untuk menggapai puncak Pangrango hari ini dan mengunjungi lembah legendaris-nya Soe Hok Gie, lembah Mandalawangi yang melegenda itu. Setelah itu langsung balik untuk menginap semalam di Kandang Badak, untuk istirahat sejenak dan mempersiapkan diri untuk menuju puncak Gunung Gede esok paginya.

Kami memutuskan untuk menuju puncak Pangrango hari itu. Karena kami tidak menemukan tempat untuk mendirikan tenda, akhirnya kami melanjutkan perjalanan sambil membawa carrier kami masing-masing. Menuju puncak Pangrango membutuhkan waktu 4 jam dari Pos Kandang Badak. dengan jarak tempuh lebih kurang 3-4 km. Kami tidak menyangka harus melewati kawasan hutan lebat yang terjal. Kami harus menunduk melewati ranting pohon yang pendek dan pepohonan tumbang sambil sesekali melewati bonus tanjakan. 

Dengan Carrier di punggung kami rasanya tidak mungkin sampai puncak dalam waktu 3-4 jam. Memang jalur pendakian ke Pangrango lebih jarang dipilih oleh pendaki sehingga jalurnya masih lebat. Kami pun juga tidak banyak mendapati kawanan pendaki lainnya di jalur ini, berbeda saat kami menuju puncak Gede. Singkat cerita kami memutuskan untuk meninggalkan Carrier kami di tengah perjalanan, kami menyimpannya di semak belukar sambil kami samarkan dengan ptotongan ranting dan dedaunan, sambil berharap saat kembali Carrier kami masih ada di tempat dan tidak ada barang yang hilang. Kami hanya membawa barang seperlunya di tas kecil dan kamera untuk dokumentasi, serta sedikit snack dan air minum mengingat kami hanya sejenak saja di Pangrango.



Kita adalah para pendaki

Menaklukan gunung yang menjelma dalam diri

Bertangga-tangga

Memaknai puncak kesadaran antara “ada” dan”tiada”



Tak harus mengibar angkuh

Walau sudah tergapai ketinggian yang seluruh

Menjaga silsilah lembah

Adalah tugas bagi jiwa untuk tetap tengadah



Sebagai pendaki

Matahari yang terbit dari belahan ufuk hati

Adalah landscap abadi

Yang tersimpan pada lensa teropong yang maha sunyi

(Dedet Setiadi, 2012)
Sumber : Klik


Puncak Pangrango



Akhirnya setelah berjalan setapak demi setapak, sampailah kami di puncak Gunung Pangrango. Puncaknya ditandai dengan sebuah tugu bertuliskan Puncak Pangrango. Di sekitar puncak, kami tidak dapat menikmati pemandangan yang indah karena masih banyak terdapat pepohonan. Puas menikmati puncak Pangrango, kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan utama yaitu Lembah Mandalawangi.







Bangunlah di dalam angan-angan,
sebuah atap di tengah hutan
sebelum rumah kau dirikan dalam lingkungan kota.
Karena, sebagaimana kau mesti pulang setiap senja,
demikian pula jiwa halusmu, yang mengembara
sendiri senantiasa.

Dia tumbuh berkembang di sinar mentari,
dia tidur di kala malam kelam dan sunyi
dalam kegelapan yang tiada sepi dari mimpi
 Tidakkah rumahmu mengenal mimpi?

(Kahlil Gibran, petikan dari puisi "Naungan Kasih Sayang")


Klepek in Action


Sedikit turun ke arah barat, berjalan beberapa menit saja, kita akan disuguhi pemandangan yang sangat menakjubkan. Sebuah padang edelweiss yang sangat luas. Kami bertanya dalam diam dan sunyi, masih terpapar oleh eloknya edelweiss nan malu. Keheningan yang selalu di ceritakan Soe Hok Gie dalam puisi-puisi nya. Berbaur dengan hembusan angin yang lembut. Kami sampai agak senja, sehingga siluet sunset perlahan mulai muncul semakin menambah keanggunan Mandalawangi yang melegenda ini. 





Saya kutip salah satu Puisi dari Soe Hok Gie, 


Mandalawangi-Pangrango


Senja ini, ketika matahari turun
Ke dalam jurang-jurangmu


Aku datang kembali
Ke dalam ribaanmu, dalam sepimu
Dan dalam dinginmu


Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan


Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku


cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta


Malam itu ketika dingin dan kebisuan
Menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua


“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah”


Dan antara ransel-ransel kosong
Dan api unggun yang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas-batas hutanmu


Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup

Djakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie


Kami mendapati semangat itu lagi, apa yang kami perjuangkan selama ini selalu terbayar dengan sempurna. Sebuah perjalanan hati yang penuh kontemplasi. Kami merenung masing-masing. Memikirkan hidup dan mimpi-mimpi. Sambil menatap ke arah jauh dan hanya rimbun edelweiss yang temani kami. sempat kami berlarian seperti anak kecil, karena kami memang kecil. Kecil di hadapan alam semesta, kecil di hadapan Tuhan Semesta Alam.

Senja semakin dekat dan kami pun bergegas untuk kembali menuju Pos Kandang Badak. Tidak Lebih dari setengah jam saja kami berada di Puncak Pangrango dan Lembah Mandalawangi, kami telah sepakat tentang keindahannya. Perjalanan ini kami pastikan akan menjadi kenangan unik. Menjadi salah satu tujuan terbaik dari seluruh pendakian kami selama ini.

Perjalanan turun selalu lebih cepat dari saat kami melakukan perjalanan ke puncak. Tidak ada hambatan yang berarti selain, kami sempat lupa lokasi dimana kami menaruh Tas Carrier kami. Hanya sejenak saja akhirnya kami bisa mendapati seluruh tas punggung kami ini dan Alhamdulillah tidak ada barang yang hilang. Kami berjalan di kegelapan malam, hanya bermodalkan senter kepala, sambil berdoa di setiap langkah. Ingin segera sampai di Pos Kandang Badak, untuk mendirikan tenda dan memasak makan malam. 

Malam ini, kami tidur dengan kepuasan hati yang luar biasa. Sempat memandangi langit yang cerah dan riuh sesama pendaki di samping tenda kami. Membuat perapian sederhana dan kopi panas, sambil menyiapkan makam malam. Kami memutuskan untuk membuat mie saja karena nampaknya semua anggota sudah kelelahan dan ingin segera tidur. Kami tidur dengan lelap malam itu.


.......................
............................
...............................


Belum saja matahari terbit, dan langit pun masih nampak gelap, terlebih angin malam saat itu cukup dingin, beberapa dari kami saling berdebat apakah harus bangun dan summit untuk sunrise di Puncak Gede. Terus terang saja badan ini masih cukup lelah dan masih ingin tidur sebentar lagi. Sempat kulihat jam, waktu masih menunjukkan pukul dua malam. Karena hanya sebagian kecil saja dari rombongan yang menginginkan summit, kami mempersilahkan mereka untuk mendaki terlebih dahulu. Namun nampaknya mereka juga keberatan bila hanya berdua saja. Sementara kami yang senior ini masih nyaman dengan sleeping bag kami masing-masing.

Untuk menuju puncak Gede, para pendaki harus menyusuri punggungan yang terjal. Di sepanjang track ini terdapat sebuah tanjakan maut yang sangat curam dan hanya bisa dilewati dengan cara berpegangan pada seutas tali tampar yang kuat. Beberapa pendaki menyebutnya "tanjakan setan". Dari atas tanjakan ini para pendaki dapat menikmati pemandangan yang sangat luar biasa, dan juga dapat menikmati pemandangan Puncak Pangrango yang sangat indah.






Setelah berjalan sekitar dua jam, akhirnya kita sampai di punggungan sebelum puncak sejati dari Gunung Gede. Dari punggungan ini kita dapat menikmati pemandangan yang sangat indah. Puncak Gunung Gede terlihat memanjang, berbeda dengan puncak Pangrango yang runcing sempurna. Pendaki biasanya menikmati pemandangan kawah Gunung Gede yang sangat indah. Di puncak Gunung Gede ini terkadang tercium bau belerang yang cukup menyengat. Kawah Gunung Gede terdiri dari Kawah Ratu dan Kawah Wadon.




Keindahan adalah sesuatu yang menarik jiwamu.
Keindahan adalah cinta yang
tidak memberi namun menerima

Ketika engkau menemukan keindahan
ke dalam relung hatimu. Itulah keagungan
yang merupakan perpaduan penderitaan
dan kebahagiaan.

(Kahlil Gibran)



Puncak Gede


Puncak Gunung Gede sangat indah namun perlu berhati-hati, kita dapat berdiri di lereng yang sangat curam, memandang kawah Gunung Gede yang mempesona. Dari puncak Gunung Gede nampak pemandangan yang luas seperti tanah lapang yang juga sering digunakan pendaki untuk mendirikan tenda. Daerah tersebut dinamai dengan "Alun-Alun Surya Kencana". Kami sendir tidak ke sana, hanya sampai puncak Gede. 

Sama seperti yang kami alami di Madalawangi kemarin, hari ini kami sekali lagi disuguhi keindahan luar biasa dari ciptaan Tuhan Semesta Alam. 




Pemandangan dari Puncak Gunung Gede
   


Demikianlah cerita perjalanan kami mengunjungi Gunung Gede Pangrango pada akhir tahun 2013 kemarin. Sebagai penutup catatan perjalanan ini, saya ingin kembali mengutip salah satu puisi yang saya tulis sendiri, terinspirasi saat melakukan pendakian di Gunung Arjuno beberapa tahun yang lalu.


,..................................................
sekali lagi aku menunduk dan tersandung kerikil-kerikil tumpul
melukai kakiku yang tipis karena kurus
membuatku rindu akan percikan air-air pegunungan
ketika aku telah berada di rimba belantara hutan-hutan cemara
aku terdiam dan menghembuskan angin kepedihan
menemui padang ilalang adalah hampa
mencumbu bintang-bintang pada malam adalah cinta,..
dan menghirup udara kebebasan di puncak gunung-gunung
adalah rinduku selama ini...
semua telah tiba pada saat yang sama
pada saat yang tidak bisa kita lukiskan dalam cerita,..
hanya dalam angan-angan tentang rasa cinta
sekali lagi cinta bukanlah pada gadis-gadis pujaan hati,..
tapi juga pada awan-awan mendung,...
daun-daun berisik pada sore senja,..
dan matahari pagi di kala surya
mulai mengintip saat fajar menyapa,.....
..........................................................

Dan di atas sana, 
di tengah-tengah angin yang menderu-deru, 
di antara jurang yang berujung kelam, 
omong kosong kalau kau tidak bicara tentang Tuhan.
Kau akan menyadari seberapa kecil dan lemahnya dirimu 
di tengah hamparan alam semesta.
......................................................... 

 




-- Bie--

1 komentar:

  1. terimakasih utk semua serpihan aksara yg kau kumpulkan menjadi kata dan bait-bait sajak,kumpulan kenangan di Gunung Gede Pangrango,entah kapan ku tapaki kembali bentangan Edelwais yg selalu merayu menunggu

    BalasHapus