Senin, 16 Desember 2013

Sejenak saja

,..................
suara gemercik air yang berjatuhan di tanah basah
bersahutan merdu dengan suara tapak langkah kaki anjing-anjing rumahan
menyapu debu yang tertiup roda ganas kehidupan,...
menyadarkan angan supaya bangkit dari mimpi
pagi ini,....
aku mulai menulis sajak
ditemani gerimis yang selalu indah di kapan saja
sambil memandang hijaunya daun tertumpah air..
menetes pelan berhati-hati,..
mulailah aku membuka satu persatu lembaran rindu,..
apakah benar ini adalah kerinduan,..??
atau sebaiknya aku sebut ini sebagai kejenuhan,...
atau barangkali kepedihan akan sesuatu,...??
,............
tahun ini akan segera berlalu 

berganti tahun yang baru,...
apakah akan berlalu begitu saja tanpa sesuatu,...
Ya Allah,....
ijinkan jiwa-jiwa ini kembali merasakan keajaibanMu di Alam ini,...
memahat jejak-jejak kaki di tanah liat yang basah karena hujan
menghirup udara pagi yang dingin,..
menatap surya yang muncul perlahan di balik rindangnya edelweiss
menatap hamparan sejuk di Lembah Mandalawangi yang melegenda itu,...
bersama kawan kawan tercinta,...
sejenak saja,...





NB : Menjelang Pendakian Gede Pangrango akhir tahun ini,....

Jumat, 13 Desember 2013

"Muhammad Ibnu Sina Al Ghafiqi"


...........................................
ketika itu malam mendadak sunyi
sementara bulan berbintang sibuk mengarungi galaksi
angin bertiup halus bersuara nyaring 
mendebur ombak di pantai-pantai harapan
memecah pasirnya yang putih,..
mengusir sekawanan gundah dalam hati,..
sepasang suami istri tengah mendamba buah hati saat itu
mereka berpegang tangan saling tersenyum
saling bercanda dalam ruang getir kekhawatiran,.
menunggu saat-saat tangis itu terdengar pertama kali
menanti tangan kecil yang lembut,..
matanya yang bulat dan sumringah
dan rambutnya yang gelap,...
buah hati yang membawa doa dari segenap penjuru hati
..................

Inilah prolog tentang sebuah kejabaian kehidupan. Aku kembali tercengang tentang betapa luar biasanya Allah mengatur tentang kehidupan. Satu lagi keajaiban-Nya meliputi jiwa-jiwa penuh dosa ini. Untuk kesekian kalinya syukur ini tak henti-hentinya terucap dari jiwa yang masih berlumpur dosa dan senantiasa berusaha menjadi lebih baik ini. Demi Allah apa yang terjadi pada kami saat ini adalah sebuah keajaiban yang mungkin orang lain tidak akan merasa. Mungkin ini hanya sebuah cerita kelahiran biasa, namun kami berdua (aku dan istriku) paham betul makna dari semua ini.

Aku kembali menangis dalam lorong sepi sebuah Rumah Sakit di kota kami. Malam itu hanya kami berdua menuju Rumah Sakit untuk menanti kelahiran buah hati kami. Orang Tua dan keluarga lain datang menjenguk namun aku persilahkan kembali ke rumah masing-masing karena proses persalinan sepertinya masih lama. Sebagai dokter, aku telah berkali-kali menyaksikan proses persalinan, baik secara normal, dengan bantuan alat, atau dengan cara operasi. Tetapi sebagai seorang suami, ini adalah pertama kalinya aku menjadi sosok laki-laki biasa yang merasakan betul rasa berdebar menanti kelahiran seorang anak. Rasa khawatir akan terjadi sesuatu pada calon anak dan istri tetap tidak bisa dipungkiri, meskipun aku seorang dokter. Jeritan demi jeritan istri saat mengalami kontraksi begitu membuat dada ini merinding. Sekarang aku tahu kenapa seorang anak harus berbakti pada ibunya.

Aku tak kuasa meninggalkan istriku pada proses kelahiran ini. Aku mencoba berdamai dengan waktu dan suasana hati untuk pelan-pelan menenangkan istriku sambil mengajarinya cara untuk mengalihkan rasa nyeri saat kontraksi. Asal tahu saja karena kehamilan istri terdiagnosa "Post Date" sehingga untuk terminasi istriku harus dirangsang. Dokter Obgyn memberikan misoprostol untuk induksi. Dan saya yakin itu sangat menyakitkan. Setalah 12 jam dan pembukaan lengkap, istriku dipimpin mengejan. Berkali-kali mengejan kepala bayi masih tidak mau turun sampai akhirnya istriku kelelahan. Tidak hanya kelelahan tapi juga kesakitan. Sehingga aku memohon ke bidan jaga supaya dokternya dihubungi dan dilakukan Sectio Caesaria. Aku memohon dan memang sebaiknya seperti itu karena memang demikianlah prosedurnya. Singkat cerita diputuskan untuk operasi caesar dan lahirlah bayi mungil kami berjenis laki-laki.

Hanya aku seorang diri yang menemani istri. Hanya kami berdua dan kami sama-sama menangis malam itu. Menangis menatap sebuah awal kehidupan baru bagi kami, sebuah keluarga kecil. Selepas operasi, kucium istriku sambil berderai air mata. Ku pegang tangannya dan kusampaikan kata cinta di telinganya. Ku bisikkan pelan dan dia tersenyum seakan mengerti. Aku merinding membayangkan bagaimana seorang ibu harus berjuang mati-matian saat melahirkan anaknya. Kamu telah melakukan yang terbaik untuk anak kita sayang.


Muhammad Ibnu Sina Al Ghafiqi


Aku melukiskan bahagia ini seperti sebuah lirik lagu yang puitis dan bersajak indah. Membuatnya nampak seperti menunggu mentari di pagi hari. Lalu muncul perlahan menghiasi senyum kami, dan sejenak membuat kami tertegun menatap surya bersinar cantik. 

Lama aku tidak merajut kata, apalagi membuat sajak bahkan berpuisi dalam suasana hati yang senang. Kemudian bahagia ini membuatku merasa perlu untuk melukiskannya kembali dalam kanvas keindahan atas nama cinta.

Aku dan istri sedang berbahagia. Kami baru saja menyambut kehadiran anak pertama kami yang lucu. Pada tanggal 18 Oktober 2013 telah lahir bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat lahir 4000 gram dan panjang 51 cm. Dengan kuasa-Nya anak kami ini terpaksa harus dilahirkan secara Caesar dan kami bersyukur baik ibu dan anaknya sehat setelah menjalani semua prosedur operasi ini.

"Muhammad Ibnu Sina Al Ghafiqi"

Demikianlah nama yang kami berikan pada anak kami. Kami memang memiliki perjanjian bahwa jika kelak ternyata anak kami laki-laki, akulah yang akan memberi nama pada anak kami. Namun bila ternyata jenis kelaminnya perempuan, maka istrikulah yang akan memberi nama pada bayi kami.

Muhammad adalah nama Rasulullah SAW, yang tentu saja kami mengharapkan anak kami akan memiliki akhlak semulia beliau dan menjalankan perkara agama ini sesuai sunnah Rasulillah SAW. Ibnu Sina adalah sebuah nama yang tentu saja saya yakin seluruh dokter di dunia ini pasti tahu siapa beliau. Ini bukan berarti aku ingin anakku kelak menjadi dokter, tetapi ini lebih kepada mengenang tentang sejarah Ilmuwan hebat Muslim pada masa lampau. Al Ghafiqi adalah juga nama seorang ilmuwan besar muslim pada masa kejayaan islam di Eropa. Al-Ghafiqi memiliki nama lengkap Muhammad Ibnu Qassoum Ibnu Aslam al-Ghafiqi. Beliau terkenal sebagai dokter mata dari Spanyol pada abad kedua belas. Selain sebagai dokter mata, al-Ghafiqi juga seorang ahli botani yang brilian. Beliau juga adalah seorang ahli farmasi pada masa itu.

Kami menyematkan doa pada anak pertama kami, sebuah doa tulus dari kedua orang tuanya untuk kelak dia bisa menjadi anak yang shalih, dapat menjalankan agama yang haq ini sesuati petunjuk Nabiyullah Muhammad SAW dan mempelajari mengamalkan dan mengajarkan Al-Qur'an selama hidupnya. Demikianlah sedikit cerita tentang kebahagiaan kecil kami. Kami mohon doa untuk anak kami tercinta, supaya diberi kesehatan, akal dan akhlak yang baik. Senantiasa mendoakan kedua orang tuanya dan selalu berusaha untuk menjalankan roda kehidupan ini sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Amin




--bie--

Selasa, 16 Juli 2013

Visit "Dayak Tribe" in Pampang Cultural Village

Gadis Suku Dayak

Saat ini angin tengah menerpa wajah-wajah kusut yang malas
memandang cermin, nampak pula raut muka yang enggan
berpaling rasa tetap saja menusuk hati bila rindu
hari-hari ini aku semakin sering berdebar
menanti bidadari yang selalu tertulis dalam sajak
aku bertanya pada diri sendiri
mengapa jarak selalu indah bila tetap terbentang
lalu dalam sekejap waktu berhenti mempertemukan dua insan yang malang
menertawakan nasib mereka 
bermain drama dalam kisah roman bernada cinta
berpeluk erat dalam rindu syar'i suami istri
......
aku telah merasakan deburan ombak rinduku mulai mengalir pelan
mulai menatanya kembali setelah sekian waktu
berkata istriku tercinta dan buah hati
jemputlah aku dalam keharuan dan rindu
temani sejenak dalam rantau
nyanyikan sesuatu yang merdu
......
Lalu aku kembali menatap cermin
aku kira wajah yang kusut telah terurai
tapi aku salah karena kali ini ternyata pantulanmu mengisyaratkan malu
aku pun tersenyum
aku memang sedang bersuka wahai cermin
aku sedang bergembira saat ini
cukuplah bila aku akan menghadiahkan sajak pada sang waktu
terimakasih telah memberikan sebagian "dirimu" kala itu
membiarkan aku, istriku dan buah hati
menikmati "mu" walau sejenak
melepas rindu dan apapun itu,.....


(Untuk Istriku Tercinta, yang menyempatkan diri untuk mengunjungiku di perantauan ini)

Puisi di atas adalah persembahan untuk istri tercinta yang menyempatkan diri mengunjungi Kalimantan. Istriku memutuskan menggunakan jatah liburnya untuk berkunjung ke Muara Badak selama seminggu. Sebenarnya aku agak khawatir karena istriku tengah mengandung 5 bulan, tapi dia memaksa jadi apa boleh buat. Singkat cerita kami menghabiskan waktu berdua di Muara Badak dan mengunjungi beberapa tempat. 

Sebelumnya, kami berdua sempat jalan-jalan di kota Balikpapan, menghabiskan waktu seharian di Samarinda, untuk sekedar duduk-duduk menikmati senja di tepian sungai Mahakam. Semuanya cukup menyenangkan. Tapi dari semua itu, ada yang paling menarik dalam tema liburan istriku kali ini. Sebuah perjalanan budaya. Sebuah perjalanan untuk sekedar menikmati keragaman budaya negeri ini.

Kami memutuskan untuk mengunjungi Kampung Dayak di Desa Pampang. Sebuah perjalanan budaya yang terus terang sudah lama kunantikan, dan momen ini terasa spesial karena aku dapat mengunjungi suku dayak asli bersama istri tercinta.

Sedikit tentang Desa Budaya Pampang :

Desa pampang dikenal sebagai kampung dayak. Dihuni oleh mayoritas Suku Dayak Kenyah, dimana suku dayak ini merupakan penduduk asli yang ada di Kalimantan. Desa ini merupakan kawasan cagar budaya yang memperlihatkan kesenian serta kebudayaan, dan menjadi tepat tinggal masyarakat suku Dayak Kenyah. Setiap minggu, masyarakat Dayak Kenyah penghuni Desa Pampang selalu menggelar pertunjukkan budaya.

Ada berbagai macam tarian dan atraksi yang dipentaskan, antara lain Kancet Lasan, Kancet Punan, Kancet Nyelama Sakai, Enggang Terbang, Manyam Tali, dan masih banyak lagi. Pertunjukkan seni budaya ini selalu dilaksanakan di bangunan Lamin Adat (rumah adat suku Dayak) yang terletak tepat di tengah Desa Pampang bangunan Lamin yang megah dan penuh dengan ukir-ukiran khas Dayak menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang berkunjung. Biasanya Lamin ini menjadi tempat favorit pengunjung untuk mengambil foto karena keunikan bangunan serta keindahan arsitekturnya yang menawan. (Nama tarian nyari di blog tetangga hehe)



Aku dan istriku berangkat dari Muara Badak mengendarai motor saja berdua, kurang lebih 45 menit kami menempuh perjalanan dengan kecepatan santai. Sambil menikmati alam dan hutan di sepanjang jalan Trans Kalimantan, yang tentunya ini menjadi pengalaman yang berbeda untuk istriku. Dari jalan besar kami harus masuk lagi ke sebuah desa kecil sejauh kurang lebih 5 km sebelum akhirnya sampai ke Desa Budaya Pampang. Untuk dapat menyaksikan berbagai pertunjukkan yang dilaksanakan masyarakat Desa Pampang kami hanya mengeluarkan uang Rp. 5.000,-. Mungkin untuk biaya parkir.

Bersama Istri


Bagi yang ingin berfoto dengan penduduk lokal yang mengenakan pakaian adat, kita harus membayar biaya tambahan sekitar Rp. 25.000,-. Diluar pertunjukkan yang dilakukan untuk upacara tertentu,  pertunjukkan budaya di Desa Pampang dilaksanakan setiap hari Minggu mulai pukul 13.00 sd 15.00 WITA. Pertunjukkan ini hanya dilaksanakan sekali. Disarankan untuk tidak datang terlambat agar tidak melewatkan pertunjukkan. Aku sendiri juga nyaris melewatkan pertunjukkan tersebut karena datang terlambat, tetapi untungnya pada hari itu, ada rombongan dari Amerika yang ingin melihat pertunjukkan Suku Dayak sehingga beruntunglah kami dapat menyaksikan kembali pertunjukkan dari awal.

Beberapa Dokumentasi Yang Lain :

Gadis Suku Dayak menari

Salah satu ketua adat Suku Dayak

Para Lelaki pun tidak kalah dalam hal tarian

,…………….
Ada sejuk yang sedari kemarin selalu hinggap di ujung penantian sore
Menanti senja sambil melihat burung-burung menari
Aku tiba dan langsung terhanyut dalam lamunan
Menelisik ke masa beberapa minggu yang lalu
Menatap wajah istriku yang sendu
Lalu melambainya penuh haru,..
Aku telah mengukir jejak baru penuh mimpi
Harapan tentang masa depan yang lebih baik,…
Menjadi baik adalah pilihan yang terombang ambing
Sementara tangan ini hanya cukup untuk menggapainya entah kapan…
Aku mencintaimu istriku…
Mari kita lewatkan awan-awan lain di penjuru Nusantara ini bersama-sama
Menyapa setiap penjuru budaya di negeri tercinta,…




Istri Tercinta : gendut,..lagi hamil hehe



Sebelumnya aku telah lelah berjalan, meratapi rasa rindu yang membuatku semakin pedih. Pedih karena ternyata rasa hati seakan jauh terjun ke dalam jurang cinta yang dalam. Lalu aku berbalik menatap cinta dalam cermin. Membayangkan jauh ke dalamnya, kemudian mencoba memasuki alam mimpi para pecinta di cermin cinta. Aku temukan alur-alur kebingungan ketika sejenak angin menyapaku begitu deras lalu bertanya padaku tentang rasa cinta. Aku berdiskusi dengan hatiku  dalam suasana riang. Membawakan tema indah tentang rasa rindu.

Demikianlah kisah singkat perjalananku bersama istri mengunjungi Desa Budaya Pampang. Untuk sekedar mengenal salah satu budaya eksotis negeri ini. Untuk lebih mengenalkan rasa cinta terhadap warisan budaya bangsa pada diri kami sendiri. Untuk selalu tersenyum menatap setiap pengalaman perjalanan kami. Sebuah perjalanan hati.

Terima Kasih.... 



Bersama Wanita asli Suku Dayak


-Bie--

Rabu, 19 Juni 2013

Pulau Beras Basah : Mengusir Sejenak Kejenuhan ,....

Pulau Beras Basah

............................
Aku memandang waktu ketika jam dinding mulai malas berdetak sore itu..
rasa-rasanya rutinitas sudah mulai mencapai titik kejenuhan,..
tiba-tiba angin berbisik
dan pasir mengusap lamunanku 
lalu aku terbangun dari mimpi dan lelah,...
Menggapai asa dan kembali melihat jejak-jejak masa lalu,..
menghirup udara dingin dan angin sejuk pagi hari,.
merindu kabut dan gemericik embun di dedaunan rimba,...
menatapnya lama dan tersenyum kagum
tetapi tetap saja semua itu masa lampau
mengusir kejenuhan ini dengan berangan ternyata hampa,..
aku ingin kenyataan,..
aku ingin kembali berjalan dan berjalan,...
mencari sebuah tujuan kebebasan,..
keheningan hidup dan ketenangan hati,...
dan keindahan alam Yang Maha Kuasa,....

(bie, 19 Juni 2013) 

Sebulan setelah aku bekerja di BOHC, rupanya kejenuhan sudah mulai melandaku, mungkin karena Muara Badak memang sepi sehingga hiburanpun juga sangat sedikit. Terus terang aku sangat menginginkan sebuah  perjalanan walaupun sejenak, sekedar menenangkan hati dan membuat pikiran menjadi segar. Perubahan suasana dari yang sangat padat di Jawa menjadi sepi sekali di Kalimantan sedikit banyak memang berpengaruh.

Dulu ketika jenuh menghadapi kuliah dan kerja, aku selalu berhasil mengumpulkan orang untuk sejenak mengunjungi gunung-gunung. Terkadang membujuk mereka dengan sedikit kebohongan, atau sedikit jahil dengan menceritakan segala keunikan yang akan kita dapat dari pendakian ke gunung. Ada yang mau berangkat ada pula yang memilih nyaman di kamar tidur daripada bersusah-susah meminggul carrier hanya untuk menggapai surya pagi hari. "Sementara dari jendela kamar saja aku suah bisa melihatnya,.." begitu kata salah satu teman... hahahaha,..!!.

Sekarang tentu saja kondisi sudah berubah, Teman-teman gunungku masih di Jawa sementara aku telah merantau ke Kalimantan. Sudah tidak bisa lagi aku menghilangkan jenuh dengan gunung, tetapi kecintaanku terhadap alam dan segala keunikannya tidak boleh berhenti hanya karena kepindahanku ke Kalimantan. Aku telah memutuskan untuk tetap menikmati setiap keindahan alam Nusantara. Aku memutuskan untuk tetap menjelajah negeri ini dimanapun aku berada, lalu kembali menulisnya dalam tulisan sajak tak beraturan yang dapat dijadikan kenangan.

Ya,..rupanya kali ini aku harus berterima kasih pada penghuni "Apartemen Simpang Enam". Rencana mereka berlibur ke sebuah Pulau di Bontang sepertinya merupakan jawaban dari kejenuhanku. Dan yang paling utama adalah mereka tidak melupakan aku. Aku sangat senang mereka mengajakku dalam perjalanan ini. Aku rasa ini adalah kesempatan pertamaku untuk memulai cita-cita menikmati keindahan alam Pulau Borneo. Aku akan mengunjungi Pulau Beras Basah di Bontang.



Pulau Beras Basah terletak sekitar 40 menit perjalanan laut. Dengan menyewa kapal nelayan, untuk menikmati pesona bahari yang ditawarkan pulau yang memiliki pantai pasir putih itu. Air laut yang sangat jernih. Dari atas kapal, dapat melihat hijau nya tumbuhan laut di dasar nya. Bahkan sesekali ikan kecil terlihat samar-samar di bawah sana. Sementara, pulau-pulau tak berpenghuni juga ramai terlihat. Pulau-pulau kecil itu hanya dipenuhi pohon bakau yang rimbun. juga ditemukan beberapa perkampungan di atas air laut. Sekumpulan rumah itu sama sekali tak terhubung dengan daratan. dan sebuah mercusuar menjulang tinggi seakan-akan menyambut kedatangan para pengunjung. 

Sebenarnya perjalanan kami tidak terlalu mulus, karena aku sendiri mengalami "vomiting" yang tidak biasa, mungkin karena malam sebelumnya aku jaga UGD 24 jam jadi kondisi tubuh tidak terlalu fit.  Sesampai di Bontang kita langsung menuju Pelabuhan Tanjung Laut di Tanjung Limau untuk menyewa kapal nelayan yang akan mengantarkan kami ke Pulau Beras Basah. Dalam perjalanan kami harus terombang-ambing di laut karena kapal nelayan kami mengalami mati mesin, hingga akhirnya kami dipindah ke kapal yang kebetulan lewat.

Dermaga Pulau Beras Basah

Akhirnya setelah perjalanan beberapa menit, tibalah kita di demaga kayu Pulau Beras Basah. Tertiup angin laut dan mendengarkan deburan ombak laut yang sejuk membuat rasa penat ini seketika hilang. Pulau ini ditumbuhi banyak pohon kelapa dan pasir yang putih. Kondisi hari minggu membuat pulau ini begitu dipenuhi oleh orang yang berlibur bersama keluarganya. Beras Basah memang sanagt cocok untuk dijadikan tempat liburan keluarga bersama anak-anak sambil menggelar tikar dan membawa makanan sendiri. Tetapi dampaknya tentu saja sampah yang ditinggalkan wisatawan menjadi menumpuk.

Pesisir Beras Basah

Dermaga

Kami sendiri membawa bekal makanan dan minuman sendiri, karena di Beras Basah jarang ada yang menjual makanan dan kalaupun ada, aku yakin harganya pasti melambung tinggi. Di Pulau ini juga terdapat beberapa permainan air seperti Banana Boat. Ada permainan melempar gelang ke botol-botol minuman yang dijejer rapi dimana yang berhasil memasukkannya ke botol maka otomatis itu menjadi miliknya. Sebelum pulang kami menyempatkan diri mencoba permainan ini. Dan ternyata seru,..!!

Demikian cerita singkat perjalanan pertamaku menjelajahi Pulau Borneo. Sebuah Pulau indah di lepas laut perairan Bontang, Pulau Beras Basah. Bersama seluruh penghuni "Apartemen Simpang Enam" dan beberapa teman klinik seperti Diana, dan adiknya Wawan (lupa namanya), terima kasih telah menyisakan kursi di mobil depan sehingga aku bisa ikut menjelajahi alam pulau Borneo. Semoga ini bukanlah yang pertama apalagi yang terakhir. Mari kita rencanakan beberapa perjalanan yang lebih mendebarkan lagi. Mari kita cintai budaya asli negeri ini, Sekali lagi terima kasih Teman.

--Salam Cinta Salam Perjuangan Salam Nusantara--

Dokumentasi Yang Lain :

Berenang di pantai

Rombongan minus Maman (Cameraman)

Rombongan : Welcome To Beras Basah




--bie--