Jumat, 03 Oktober 2014

Kencan dengan perempuan lain



Setelah 21 tahun menikah, saya tiba-tiba menemukan cara baru dalam menyalakan api cinta kami. Demikian tulis seorang pria yang ingin berbagi pengalaman. Beberapa waktu lalu istri saya mengusulkan agar saya berkencan dengan seorang perempuan lain, besok malam.

"Kamu akan mencintainya, " kata istri saya.

"Apa-apaan sih," protes saya.

"Mengapa kamu tidak ikut?" 

"Itu acara kamu berdua dia," jawab istri. 

Perempuan yang dimaksudnya adalah ibu saya yang telah menjanda selama 19 tahun belakangan ini. Saya jarang menemuinya karena kesibukan kerja dan mengurus tiga anak kami.Malam itu saya telepon ibu, mengajaknya makan malam dan nonton film. Berdua saja.

"Ada apa dengan istrimu?" kata ibu dari ujung telepon. Ibu saya adalah tipe yang selalu curiga kalau menerima telepon ditengah malam atau undangan yang datangnya tiba-tiba. Bagi dia, itu pasti akan membawa berita buruk. 

"Saya pikir, pasti akan menyenangkan kalau kita sekali-sekali ke luar berdua saja," jawab saya. 

"Ibu mau sekali," jawabnya setelah terdiam beberapa lama. 

Aha, dia masih curiga. Besok malam, sepulang kantor saya ke rumah ibu.

Dia terlihat agak senewen tapi berdandan resmi sekali. Ibu jelas telah menata rambutnya di salon, dan dia memakai gaunnya yang terbaik. Gaun yang dipakai pada pesta ulang tahun perkawinan yang terakhir ketika ayah masih hidup. Ibu menyambut saya dengan senyum lebar. "Ibu bilang ke kawan-kawan tentang rencana kita ini. Mereka semua kaget dan merasa ikut senang seperti ibu sekarang," kata ibu seraya masuk mobil. "Mereka bilang besok pagi ingin tahu ceritanya."

Kami pergi ke restoran yang agak mahal. Suasananya elegan, menyenangkan. Ibu menggandeng lengan saya ketika memasuki ruangan, persis seperti First Lady. Jalannya anggun. Saya harus membacakan daftar menu karena ibu tak bisa lagi membacanya walau dengan kacamata tebal. Ketika sedang membaca daftar itu, saya berhenti sejenak menengok ke ibu. Dia sedang memandangi saya dengan senyum kasih. 

"Dulu, ibu yang membacakan kamu daftar menu ketika kau masih kecil," katanya.

"Sekarang ibu santai saja. Giliran saya yang melayani ibu," jawab saya.

Sambil makan, kami membincangkan banyak hal sehari-hari. Tidak ada topik yang istimewa tapi obrolan mengalir saja sampai-sampai kami terlambat untuk menonton film. 

Saat mengantarnya pulang, di muka pintu ibu berkata, "Ibu mau pergi lagi dengan kamu, tapi lain kali ibu yang bayar." 

Saya setuju.

"Bagaimana kencanmu?" tanya istri saya di rumah. "Sangat menyenangkan. Lebih dari yang saya duga. Tadinya tidak tahu mau ngomong apa." 

Beberapa hari kemudian, ibu meninggal karena serangan jantung. Begitu tiba-tiba kejadiannya, saya tidak sempat berbuat apa-apa untuk menolongnya. Satu minggu berlalu, sepucuk surat tiba dari restoran tempat ibu dan saya makan malam. Surat itu dilampiri kopi tanda lunas. Ada selembar kertas diselipkan di situ, tertuliskan: 

"Ibu sudah bayar makan malam kita karena rasanya tak mungkin kita makan bersama lagi. Walaupun begitu, ibu sudah bayarkan untuk dua orang, barangkali untuk kau dan istrimu. Anakku, besar sekali arti undanganmu malam itu." 

Pada detik itulah saya mengerti apa pentingnya arti bahwa kita mengatakan kepada orang-orang yang kita sayangi mengenai perasaan kita itu. Tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup daripada Tuhan dan keluarga. Berikan waktu Anda untuk mereka, jangan sampai terlambat untuk mengatakan 'nanti'.



Sumber : 
diambil dari salah satu cerita dari buku yang berjudul “bukan untuk dibaca the most inspiring story.” Karya Deassy M. Destiani



        Teruntuk anak dan istriku tercinta. Berharap anakku akan melakukan hal yang sama terhadap bundanya kelak. Yang dengan sepenuh hati membesarkannya. Ingatlah saat bundamu rela tidur tanpa selimut demi melihatmu tidur nyenyak dengan dua selimut membalut tubuhmu. Ingatlah ketika jemari bundamu mengusap lembut kepalamu dan ingatlah ketika air mata menetes dari mata bundamu ketika ia melihatmu terbaring sakit. Mungkin sekarang masih terlalu dini untuk memberikan pesan ini kepadamu anakku. Tapi, nanti ketika engkau beranjak dewasa dan sudah memulai memiliki kehidupan sendiri. Pesan abimu janganlah engkau abaikan. 

     Maafkan aku ya Bun,...saat ini memang abi tidak banyak tahu bagaimana beratnya seorang ibu mengasuh dan membesarkan anak-anaknya. Abi berada jauh dan tidak bisa menemani bunda membesarkan "Imbrutt". Tapi percayalah, di tempat yang jauh ini, Abi tidak pernah lepas berdoa untuk kalian berdua. Abi berjanji akan segera kembali, berkumpul kembali dan membesarkan anak-anak kita bersama. Saat ini abi masih diberikan amanah oleh Allah untuk mengabdikan ilmu di tanah rantau ini. Abi masih harus memenuhi janji untuk mengabdi. Kuatlah disana untukku di sini. Selalu berdoa dan salam tercinta dari abi untuk anakku tercinta, dan untukmu sayangku.
 
 Istriku, memilikimu adalah hal terbaik yang pernah ku alami dalam hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar