Sabtu, 27 Agustus 2016

Swallow Your Pride, Remember Your Patient,..!!

.......................
Sementara pagi ini,
yang terbentang di pandang hanya dedauanan kering yang gugur satu demi satu ke tanah
memenuhi rerumtputan hijau dibawahnya,..
angin pun hanya berbisik pelan
membawa mereka yang layu terbang pelan
lambai se-melambai ranting tipis tersapu angin

Suatu ketika, dalam rutinitas saya sebagai residen Anestesiologi di RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, saya dihadapkan pada sebuah situasi yang sebenarnya sudah sehari-hari saya hadapi, namun kali ini berbeda. Seperti biasa, setiap sore kami akan menunggu jadwal operasi untuk hari esok, mengikuti kegiatan ilmiah sore di bagian dan selepasnya kita akan melakukan visite pasien untuk pemeriksaan Pre Operatif. Bagi saya, saat ternikmat menjadi residen adalah ketika dapat mengunjungi pasien dan melakukan pemeriksaan terhadap pasien sekaligus menjelaskan setiap detil prosedur yang akan kami lakukan besok. 

Di level saya sebagai residen saat ini, saya sadar masih banyak hal yang harus saya pelajari, masih banyak pula kesalahan yang saya lakukan, dan mungkin saya juga tidak terlalu pandai bila dibandingkan dengan teman atau kakak-kakak saya di Anestesi. Dimarah-marahi, di "hajar" sana-sini, saya terima dan saya anggap biasa, selama semua itu untuk kepentingan pasien. 

Suatu malam, saya harus mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk acara operasi esok hari. Saya datang ke ruangan, untuk melakukan pemeriksaan pada pasien, dan sekaligus untuk menjelaskan prosedur Anestesi yang besok akan kami lakukan. 

Dia adalah seorang pemuda, 18 tahun baru lepas SMA dan mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu, sempat dioperasi beberapa kali namun luka operasi tidak kunjung membaik dan pada akhirnya diputukan untuk dilakukan amputasi. Dan sayalah yang akan melakukan prosedur Anestesi pada pasien ini esok. Tidak ada masalah ketika saya melihat jadwal operasi saya besok sampai saya berkunjung ke ruangan dan bertemu pasiennya. 

Entahlah kawan, apa yang teman-teman bayangkan ketika keputusan amputasi itu harus diterima oleh pemuda 18 tahun yang masa depannya masih panjang. Pandangannya kosong, pasrah, dan selalu diam. Bila operasi terlaksana sesuai jadwal esok hari, maka ini adalah operasi ke-4 yang akan dia alami. Di Rumah Sakit sebelumnya, dia sudah menjalani operasi dan debridement beberapa kali, namun karena lukanya cenderung ke arah infeksi maka pasien ini pun dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo untuk kemungkinan dilakukan Amputasi.

Orang tuanya menegur saya dan mengajak saya berbicara di tempat lain, Ibunya menangis dan bapaknya terlihat tegar. Saya memperkanalkan diri sebagai dokter Anestesi, dan melakukan beberapa pertanyaan terkait kondisi pasien dan riwayat kejadian. Ibunya bertanya kepada saya, "apakah tidak ada jalan lain selain Amputasi dokter?" kasihan anak saya dokter," kata ibunya. Sambil terisak, bapaknya coba menenangkan dan menabahkan istrinya. Saya pun bertanya pada kedua orang tua ini, "Sudah sejauh apa yang bapak ibu pahami tentang kondisi anak ibu?" tanya saya. Pertanyaan ini penting karena di Rumah Sakit sebesar ini, sering terjadi ketidak sepahaman informasi antara pihak pemberi layanan dalam hal ini kami sebagai dokter dan pasien itu sendiri. Di Rumah Sakit se-ideal ini pun, pada kenyataannya mewujudkan situasi ideal pun juga tidak mudah. Saya sendiri pun terkadang juga melewatkannya, karena padatnya jadwal yang luar biasa.

Singkat cerita, sebenarnya kedua orang tua ini sudah mendapat penjelasan "sedikit" tentang kondisi anaknya dari dokter bedah (residen). Tidak bermaksud menyalahkan departemen lain, namun saat itu, beginilah kondisi yang saya hadapi. Kondisi anak ini cukup baik dari sudut pandang Anestesi (PS ASA 1), dari pemeriksaan fisik, kecuali lokasi frakturnya tidak didapatkan kelainan, Laboratorium dan penunjang lainnya juga tidak ada masalah, pasien ini siap dikerjakan besok, pikirku. Tapi kondisi psikisnya? saya tidak tahu, mungkin terganggu, Saya lihat status rekam medis, nampaknya juga sudah dikonsulkan ke Departeman Psikiatri dan sudah dilakukan konsultasi pula. 

Dari kelengkapan administrasi semua "syarat" dilakukannya operasi amputasi sudah terpenuhi, meskipun terkadang saya pun berikir apakah ini hanya rutinitas saja. Pada kenyataanya, saya masih melihat pasien ini kosong, pasrah, sedikit denial . Malam itu banyak hal yang saya dapatkan. Kedua orang tua ini masih mencoba untuk memanfaatkan saya di saat-saat terakhir sebelum salah satu kaki anaknya ini di"ambil". 

"Dokter, coba berbicara sekali lagi sama anak saya dok," beri dia kekuatan, semangat, dan support untuk menjalani operasi besok, dan untuk menjalani kehidupan setelah operasi." Saat ini kami cemas, cemas akan operasi besok dan keaadannya setelah ini", kata ibunya.

Baiklah, saya akan mengajak anak ini ngobrol sekali lagi. Kami ngobrol banyak dan lumayan panjang, sekitar 20 menit-an. Saya tidak tahu apakah itu waktu yang cukup atau tidak, namun saya juga harus melakukan pemeriksaan pada pasien lain dan segera konsul ke Supervisor malam itu. Pada obrolan kami yang kedua setelah pembicaraan yang pertama saat saya melakukan pemeriksaan fisik, anak ini sedikit terbuka dan akhirnya mengeluarkan senyumnya, meskipun saya tahu itu "palsu". Mungkin anak ini mencoba menghormati saya, atau apapun itu. Kali ini saya juga tahu, anak ini cemas dan gelisah. Saya berusaha melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan. Apakah itu berhasil? saya tidak tahu. Di akhir pembicaraan saya dengan anak ini, saya menambahkan resep obat sedatif ringan untuk diminum malam hari. Saya tidak tahu apakah akan bermanfaat atau tidak pada keadaan ini, paling tidak ada sesuatu yang dapat saya berikan terhadap anak ini.

Tidak mudah kawan, tidak akan mudah memahami kondisi ini sekalipun kita adalah dokter. Jangan berdebat tentang hal ini. Kalian tidak pada posisi anak ini. Saya pun tidak. Saya sedih? iya. Saya belajar banyak hal malam itu? iya. Bagaimana tanggung jawab moral kita sebagai dokter? Disinilah saya memahami satu lagi fungsi dokter Anestesi. Malam itu, saya belajar bahwa pemeriksaan pre-operatif memang sangatlah penting. Melakukan visite pasien sebelum operasi juga sangatlah penting. Kalau bukan kita? mau siapa lagi.

Semua pasien akan merasakan kondisi cemas, gelisah dan takut ketika berhadapan dengan keputusan operasi, dan ini amat sangat wajar. Tugas kita sebagai dokter, untuk memastikan pasien tidak mengalami kondisi ini sebelum operasi. Dengan melakukan kunjungan pre-operatif, sebagai Anestesi, saya dapat memberikan terapi pada kondisi cemas ini. Beberapa pasien memang membutuhkan obat sedatif, namun percayalah, dengan sedikit waktu dan penjelasan yang cukup, sedikit banyak pasien akan merasa lebih siap menghadapi operasi esok hari. 

Surgery is gruesome and unnatural. Patients are often times scared to tears in the pre-operative area. I take this as an opportunity to establish professional rapport by framing everything in the context of maintaining patient safety above all else. Their safe operative course is a responsibility I take very seriously and constantly motivate others to recognize. Also, no one can fault you for doing something in the patient’s best interest. (Rishi Kumar, MD - Anesthesiology Residency at Baylor College of Medicine in the Texas Medical Center)

Seorang Anestesi harus dapat meyakinkan pasien, bahwa selama operasi berlangsung, dia lah yang akan menjaga kondisi pasien. Bahkan tidak hanya selama operasi, sebelum operasi dan sesudah operasi pun peran Anetesi sangat penting. Memastikan kondisi pasien siap untuk dilakukan operasi, mengurangi dan memastikan pasien tidak merasakan cemas sebelum operasi dan memastikan pasien tidak merasakan nyeri baik selama maupun sesudah operasi. Siapa lagi yang akan melakukannya demi pasien kalau bukan kita dokter Anestesi. 

Seperti yang para Guru saya sering sampaikan pada kami, yang paling penting itu adalah "care" pada pasien.

Saya bersyukur mendapat kesempatan bekerja di salah satu Rumah Sakit terbesar di Indonesia, dengan jadwal operasi yang saya yakin merupakan yang terbanyak dan terpadat di Indonesia. Dengan variasi kasusnya yang luar biasa dan keanekaragaman pasiennya yang berbeda-beda, berharap saya dapat mengambil sebanyak-banyak ilmu dari kesempatan ini.

"The most rewarding aspect of my training has easily been my commitment to patient safety. Circulating nurses are busy managing the operative flow. Surgeons and scrub techs are focused on the surgical goals of the case. Who is actually watching the patient? Your anesthesiologist!" 

Rupanya matahari semakin terik,
ditandai dengan bayang-bayang pohon yang mulai nampak
tapi angin masih saja berbisik membuat sejuk
musik kehidupan ini begitu indah kawan,
lantunannya begitu merdu dengan melodi asa dan cinta para pujangga
mari tebarkan kebaikan
sebarkan senyum harapan
berjuanglah sampai maut memisahkan ragamu dengan dunia fana ini
bila hanya kakimu yang terambil, 
bukankah masih ada kaki yang lain,.??
bukankah kedua tangan dan pikiranmu masih utuh,..
menangislah sejadi-sejadinya untuk hari ini, esok dan selamanya bila kau mau
lalu kau akan tenggelam dalam kesedihan
sampai kau akan menyadari semua itu sia-sia
menangislah secukupnya kawan, 
kehidupanmu akan terasa lebih berat sejak saat ini,.
tapi sayangnya engkau harus tetap berdiri menatap mimpi,..
bila ragamu tak sanggup berdiri,..
biarlah buah karyamu yang membuatmu berdiri terkenang sepanjang masa kehidupan ini,..

(Bie-2016)

1 komentar: