Senin, 14 November 2011

Sejenak di Penanggungan ( 1600 mdpl )



Sekali lagi raga ini memutuskan untuk merebahkan diri sejenak di semak belukar bersama semut-semut liar di hutan-hutan. Menemui matahari muncul di balik awan-awan yang bergelombang menyapu kawanan burung di langit biru. Menjejakkan kaki-kaki kusut kami menuju jalan setapak. Menuju bukit-bukit cinta yang terlihat lebih tinggi dan berharap dapat menyusul kunang-kunang yang bersinar di sekitar puncak gunung-gunung.

Aku sendiri tenggelam dalam lamunan sepi akhir-akhir ini. Berpikir tentang cita-cita dan angan-angan yang mulai melayang entah kemana. Sementara aku lihat burung yang hinggap di ranting-ranting mulai enggan menatap dedaunan yang layu. Terhempas angin kering yang membuat kawanan burung meringis karena terlalu geli. Angin pula yang membawa debu bertaburan di kawah mimpi. Mimpi-mimpi kami. Kalau bicara tentang mimpi, yang aku tahu mimpi tidak pernah mengenal dinding. Meski dinding tersebut terlalu tebal, tetap saja mimpi akan mencari celah untuk melewatinya. Bila mimpi dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan semu yang abstrak. Hadapi saja dan kita akan mendaki puncak tertinggi mimpi-mimpi.

Rutinitas kota membuatku gerah dan ingin segera berlari sejauh mungkin menuju tempat yang lebih tinggi. Aku sadar bahwa mencari kesempatan itu tidak mudah untuk saat ini. Ada tanggung jawab pekerjaan, ada hal-hal yang tidak bisa ditinggal, dan masih banyak kesibukan lainnya. Tetapi aku hanya ingin sejenak menenangkan diri di tempat yang berbeda. Aku ingin melihat awan dari puncak gunung sekali lagi. Ya, aku memutuskan untuk mendaki gunung akhir minggu ini bersama kawan-kawan gunung-ku. Sahabat-sahabat gunung yang selalu bersemangat untuk menapaki jalan-jalan setapak. Kawan-kawan yang luar biasa.

Mendaki tanpa motivasi tidaklah sesuatu yang menyenangkan bagi sebagian orang. Barangkali pendapat ini pulalah yang aku anut selama ini. Setelah berjuang mengerjakan soal-soal UKDI (Ujian Komeptensi Dokter Indonesia) selama 200 menit, aku merasa ini waktu yang tepat untuk melepas penat dan sejenak menjauh dari kehidupan kota yang bising. Perasaan yakin dan sedikit menyesal setelah menyelesaikan UKDI membuatku semakin mantab untuk meninggalkan kebisingan kota akhir pekan ini. Aku ingin merenung sejenak di sana. Merenungkan akan jadi apa aku kelak, merenungkan cita-cita, harapan dan mimpi-mimpi. Merenungkan apa-apa yang telah aku lakukan selama ini.

Gunung Penanggungan (1600 m dpl) menjadi pilihan kami sore itu. Terletak di kawasan Trawas, tepatnya di desa Tamiadjeng. Aku berangkat dengan tiga orang kawan yaitu Kholis, Anang dan Dani. Kholis dan Dani adalah teman satu angkatan di Kedokteran sedangkan Anang adalah adik kelas jurusan Analis Medis. Aku dan Anang sudah beberapa kali mendaki bersama, tetapi dengan Kholis dan Dani, pendakian ini merupakan yang pertama kali. Kholis adalah salah seorang anak di Kedokteran yang suka mendaki gunung. Jangan heran kawan, memang sulit sekali menemukan orang-orang seperti kami di kampus kedokteran ini. Sedangkan Dani adalah seseorang yang menyukai fotografi. Peralatannya luar biasa, mungkin lebih mahal dari motorku di rumah. Akomodasi ke sana pun kami menggunakan mobilnya Dani.

 Team Lengkap : Aku, Dani, Anang dan Kholis (dari Ki-Ka)

Kami berangkat meninggalkan Surabaya tepat setelah Ashar, dengan membawa barang-barang yang kami anggap perlu untuk pendakian gunung sehari ini. Lagipula kali ini kami naik mobil, jadi bisa sedikit santai. Aku sendiri sangat capek karena sehari sebelumnya harus begadang untuk belajar menghadapi UKDI. Tapi apalah artinya rasa capek jika toh akhirnya aku menemukan keindahan sejati di gunung-gunung. Cukuplah udara sejuk di gunung nanti menjadi penghiburku sejenak setelah UKDI yang melelahkan (Stress pikiran).  Kami tidak membawa logistik dari Surabaya. Rencananya, kami akan membeli logistik  di perjalanan menuju ke sana.

Perjalanan menuju ke sana cukup melelahkan karena kami terjebak macet. Meskipun naik mobil, tapi sopirnya Liar. --hehehe--. Kepalaku sendiri pusing, sedikit mual dan muntah. Di tengah perjalanan , kami mampir dulu ke sebuah depot untuk makan malam dan numpang sholat. Setelah melewati jalan-jalan gelap, menanjak dan berkelok-kelok dan sempat bertanya sana-sini karena kami sendiri belum pernah ada yang ke sana, akhirnya kami tiba di pos pertama yaitu balai desa. Kira-kira jam 7 malam kita sampai balai desa. Ternyata di sana ada sekitar 130-an lebih anak-anak SMA yang sedang melakukan ekspedisi, tentu saja beserta guru-guru pembinanya. Pikirku saat itu, Wah,...Pendakian ceria ini,..--Hahahaha--!!!

Dari balai desa, kami membagi logistik, tenda dan peralatan yang perlu di bawa. Kencing-kencing dulu, pemasanan seperlunya dan berdoa pada Allah semoga kita diberikan keselamatan dalam perjalanan dan pulang dengan selamat. Tepat jam 8 malam, kami mulai pendakian. Melalui jalan aspal melewati rumah-rumah penduduk, dilanjutkan jalan makadam, hingga akhirnya sampai ke jalan setapak. Jalurnya cukup jelas, ikuti saja jalan yang sudah ada, kalau bingung tanya saja pada penduduk setempat. Sebenarnya kami  tidak berangkat sendiri, karena sebetulnya rombongan siswa tersebut juga memulai pendakian pada jam yang sama, sehingga waktu itu "Penangggungan" tak ubahnya seperti pasar malam. --Hahahahaha--. Aku sendiri beberapa kali harus berhenti sejenak karena rasa kantuk yang luar biasa. Lumayan bisa memejamkan mata sebentar. Kholis dan Dani sudah melesat meninggalkan kami entah sampai mana malam itu.

Gunung Penanggungan adalah gunung tanpa air. Bekal paling berharga di sini adalah air mineral. Bawalah cukup air mineral untuk selama perjalanan maupun untuk memasak di Penanggungan. Kami tiba di puncak bayangan -- semacam bukit yang luas-- jam 23.30. Puncak bayangan ini oleh para pendaki sering digunakan untuk nge-camp dan istirahat. Total perjalanan dari balai desa ke puncak bayangan sekitar 3,5 jam dengan jalan biasa dan istirahat secukupnya. Begitu aku dan Anang tiba di sana kami telah mendapati Kholis dan Dani sudah memasak kopi dan mendirikan tenda. Kami memang harus berterima kasih pada mereka. Setelah ini aku ingin beristirahat, tidur sejenak. Kami ingin summit besok, rencananya kami ingin mendaki ke puncak jam 3 pagi. Sehingga aku rasa cukup waktu buat kami untuk beristirahat setelah ini.

Berikut ini beberapa gambar yang berhasil terdokumentasi di puncak bayangan :

Pemandangan kota dari puncak bayangan ( Photography by Dhani ). 
Gak tau wis gimana caranya ngambil gambar ini.


Kami berempat, di depan tenda kami bersama api unggun. Dengan Tripod.


Suasana tengah malam yang ramai oleh anak-anak SMA.

Tenda yang kami gunakan sebenarnya cukup untuk berempat, tetapi aku merasa gerah karena ada satu orang yang tidurnya ngawur, --hahaha--, akhirnya aku memutuskan untuk tidur di luar tenda saja. Lagipula malam itu udaranya tidak terlalu dingin, dan aku juga tidur dengan sleeping bag. Gak pernah aku tidur senyenyak ini saat di gunung, --Hahahaha--. Enak banget!!. Jam 2 malam Dani bangun dari tidur dan mengambil beberapa gambar, aku sendiri bangun jam 02.30, tapi masih agak males-malesan, -Hahahaha-. Tapi sesuai komitmen, kami semua bangun, ngopi sebentar, packing seadanya dengan daypack dan kamera. Setelah semua dirasa cukup kami bersiap berangkat menuju puncak. Dari bawah terlihat lampu-lampu berjejer seperti semut. Sepertinya anak-anak SMA sudah lebih dulu meninggalkan kami untuk summit pagi itu. Tidak masalah bagi kami, karena itu artinya jalan akan lenggang, tidak perlu antri untuk berjalan.
 

Pemandangan dari tenda kami. Tampak senter-senter berjejer seperti semut.
 
Our tent is still bright,...!!aku tidur di luar. Foto ini diambil tanpa sepengetahuanku.

Indahnya puncak gunung-gunung.

Setelah berjalan pada kemiringan hampir 70 derajat, akhirnya sekitar jam 4 pagi kami sampai di puncak penanggungan (1600 m dpl). Di sana sudah ramai oleh anak-anak SMA yang telah lebih dulu sampai di puncak. Kami istirahat sebentar, dan mulai mencari spot yang bagus untuk menunggu matahari muncul di balik awan-awan, sekaligus spot untuk mengambil gambar-gambar -- Narsis.com--. Kami putuskan untuk memisahkan diri dari rombongan anak SMA karena terlalu ramai, kami pututskan untuk berjalan ke arah timur dari puncak. Waaaahh, Luar biasa,....Pemandangannya bagus, lumayanlah, seperti yang aku harapkan. Sejenak disini membuatku senang, santai dan sedikit bisa melupakan masalah-masalah. Kami mendengar adzan shubuh sehingga kami putuskan untuk sholat shubuh di puncak dengan tayamum. Nikmat sekali teman.


Nampak gunung Arjuno dari puncak Penanggungan. 
Sholat di puncak disertai kabut tipis yang turun pelan-pelan di lembah kasih.

...................................
Tentang kerinduan yang dulu
yang aku bahkan malu untuk tersipu
dalam temaram bulan yang masih tampak sebagian di atas
menulis dalam sajak pada pemusik cinta
Wahai bintang para penyinar malam yang sepi
kemari dan nikmati angin dengan anggur kesedihan kami para pendaki..
merindu sang surya muncul di balik sinarnya yang agung
merindu sang dewi yang semakin berlalu
sangat cantik dalam balutan kabut pagi yang indah
Aku melihatnya sangat cantik kala itu
tentang wajahnya yang sendu
dan tingkahnya yang lucu,..
Berlalu waktu dan aku yang semakin tak tahu
seperti apakah aku dalam benaknya yang biru
biru karena cahaya siang yang menyengat namun sejuk,..
......................................................................

Puncak Penanggungan (1600 m dpl)


Gunung Arjuno dari Puncak Penanggungan





Siluet pagi di Puncak Penanggungan

Gaya opo iki??

Pemandangan sisi lain dari Puncak Penanggungan


Ritual rutin di puncak gunung-gunung. 
Mengibarkan bendera merah putih dan almamater tercinta kami.

Tetep Narsis dengan tripod.


Baiklah teman, demikianlah catatan perjalanan kami selama sehari di Gunung Penanggungan. Kami hanya pemuda-pemuda yang ingin mencari perbedaan dengan cara yang lain. Kami mencintai gunung-gunung,  karena mendaki mengajarkan kami banyak hal dan berbagi satu sama lain. Sepanjang kami masih bernapas dan kaki-kaki kusut kami masih sanggup menapaki jalan setapak, maka kami akan tetap mendaki gunung-gunung. Menikmati udara dingin, dan menunggu matahari muncul di balik bukit cinta-Nya yang agung.





--Bie--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar