Rabu, 05 September 2012

Bromo : sebuah kenangan tentang teman, sahabat dan eksotisme,..


Kawah Gunung Bromo

,....tiba-tiba aku terhanyut dalam lamunan masa lalu. Masa lalu yang membuatku selalu ingin untuk tersenyum,  bersedih, namun sesekali membuatku terharu dan merasa konyol. Aku yang sedari tadi memandang cita-cita dari balik jeruji rindu yang biru kala itu, mencoba menelisik angan masa lampau di pasir bebatuan Gunung Bromo. 

.....mengingat debu-debunya sore itu sambil merencanakan situasi yang jahat namun lucu,...sambil membawa edelweiss yang warna-warni juga ungu. lalu meratapi kawah berasap, asap rindu. Tiba-tiba saja aku terkenang kala itu kawan,...

,....bersama sahabat-sahabat terbaik, yang entah kenapa aku merasa akan sangat merindukannya kelak. 

Suatu saat dimana waktu akan mempertemukan kita kembali, maka aku ingin mengetahui dimana dan kenapa kau selama ini. Dirimu seakan menghilang bersama debu, dan tak menghiraukan daun-daun kering yang berbisik menertawaimu. Apakah kau telah benar-benar hilang ditelan waktu ??...ataukah dirimu sengaja mengubur jiwamu dalam kenangan masa lalu kami ???

Aku telah berusaha mengembalikan ingatanku tentang masa lalu. Lalu kemudian aku berpikir tentang masa-masa sulit saat itu. Aku kemudian mencoba membelahnya menjadi puing-puing rasa kesal. Sehingga suatu saat aku berpikir bahwa lembaran-lembaran sajak tak akan cukup mewakili perasaan ini. Memang jalan kehidupan ini tak seindah cerita dalam roman ataupaun novel-novel cinta. Terkadang alur pikir kita terlalu tersesat dalam labirin kebingungan. Membuatnya menjadi aneh dan sulit untuk dipahami. 

Inilah pertanyaanku saat membuka kembali kenangan-kenangan masa laluku,....mengenang salah satu teman seperjuangan kami, yang entah dimana saat ini kau berada,...

..............................
................................

Sandy Kurnia p a.k.a Acong
















Sesaat sebelum senja menghampiri masa lalu 
sebetulnya bebatuan telah merasa malu pada jiwa muda ini..
aku selalu membantah pada angin yang bertiup
melawan semua arahnya membuatku merasa sejuk
tetapi memaksaku untuk menghirup aroma debu-debu kesombongan
lalu aku sendiri merasa bingung 
sembari memandang jauh lautan pasir yang luas
aku sejenak menengadah mengharap semua ini hanya sesaat
melewati jurang-jurang keterbatasan manusia
mensyukuri alam ini, 
sambil menyuguhkan pemandangan rindu  yang rendah hati
dan menertawai burung-burung yang terbang rendah


Aku sempat terdiam ketika aku kembali ke dalam lamunan, sambil membayangkan kembali saat-saat aku bersama kedua temanku menginjak kawasan Bromo saat itu. Aku ingat kami akhirnya memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan saat itu dengan mengunjungi salah satu objek wisata yang sudah cukup terkenal di Jawa Timur, yaitu Gunung Bromo.

Jiwa kami seperti tertantang oleh arus petualangan yang tiba-tiba mengalir liar dalam pikiran kami. Aku pun mendadak antusias dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan alam. Sepertinya aku menemukan yang selama ini aku cari. Aku memang sedang mencari sesuatu yang dapat membangkitkan lagi semangat hidupku jika aku sedang jenuh, dan aku menemukan sejuknya hawa gunung saat itu. Hingga selanjutnya aku menjadi sangat mencintai gunung-gunung.

Bromo adalah petualangan kesekianku setelah kami melewati liburan dengan mendaki Argopuro dan menikmati indahnya Pulau Sempu sebelumnya. Bromo juga tak kalah eksotis dan sejujurnya aku memang sangat ingin ke sana saat itu. Aku ingin mulai mengenal budaya negeri ini, dan waktu memang menjodohkanku dengan masyarakat Tengger saat itu. Sayang kami tidak mendapati "Upacara Kasodo" waktu kami ke sana.

Bersama dua orang sahabat, kami sepakat menuju Bromo dari Probolinggo. Sebelumnya kami menginap di Kecamatan Leces, rumah salah satu teman kami yang juga ikut dalam rombongan kecil kali ini. Namanya Angga dan dia memang asli Probolinggo. Dia bertugas sebagai Tour Guide kami waktu itu. Satu lagi teman kami yang ikut adalah Acong alias Sandy, teman satu kelompok-ku yang sehari-sehari selalu bersamaku.  Kami hampir selalu bersama mulai dari mengerjakan hal baik hingga  hal-hal buruk sebagai Mahasiswa.



Angga, Aku sendiri dan Acong
dengan latar belakang Gunung Bathok,
Komplek Taman Nasional Bromo Tengger Semeru


Khusus untuk sahabatku Acong,..........

Setelah sekian lama kita bersama hingga stase terakhir kita sebagai Ko-Ass di RSU Dr. Soetomo, di bagian THT-KL, kau seperti menghilang di telan bumi. Dirimu seakan menenggelamkan diri dalam lembaran manis cerita teman-teman seperjuangan. Susah dan senang telah kita lewati bersama selama 6 tahun. Kenakalan dan kelucuan selama menjadi mahasiswa kedokteran dan Ko-Ass telah kita rasakan bersama. Lalu kini kau seperti mengubur dalam-dalam impianmu,...Kau seperti enggan bertemu teman-teman seperjuanganmu, kau bahkan tidak nampak lagi setelah itu,...

Aku tidak tahu apa masalahmu,...tapi kami semua di sini merindukanmu,...menginginkan kembali bertemu denganmu,....

Inilah perasaan singkat yang terlintas ketika aku membuka kembali album kenanganku saat masih mahasiswa sore itu. Aku ingat bahwa aku memiliki satu orang teman yang saat ini entah dimana. Aku sendiri tak tahu apakah dia masih berniat untuk menjadi dokter atau tidak. Aku juga tak tahu apakah dia sudah menikah dengan wanita pujaannya yang dulu atau belum..--hehehe--

Pada akhirnya album kenangan kami selama di Bromo dulu telah mengingatkanku akan sesuatu, bahwa kami pernah memiliki teman bernama Sandy Kurnia Permana alias Acong. 

,....dimanapun kamu berada, kamu akan tetap menjadi teman kami,...sampai kapanpun itu....

Aku tidak akan melupakan semuanya,..
Saat-saat dimana kita mendaki Argopuro bersama,...
Kejadian-kejadian lucu saat kita tersesat bersama di Pulau Sempu,...
dan saat dinginnya pasir bromo merayap di jari jemari kusut kita pagi itu...

Dokumentasi yang lain :

Acong

Angga

Padang pasir Bromo

Pasir Gunung Bromo

Penduduk


Gunung Bathok dari sisi yang lain

Rumah Penduduk

Sunset

Rumput Liar


Suku Tengger


Jasa Penunggang Kuda


Aku berduka atas munculnya kabut pada pagi yang indah itu
Udara dingin telah menegur kami sejak dini hari
pasirnya telah mengajarkan kami akan kesabaran
lampu-lampu kecil berjejeran bagai ular
rombongan manusia mulai meninggalkan lelapnya
menuju punggungan mimpi dan cita-cita
demi melihat si ufuk muncul dari balik puncak penanjakan
menerangi bumi dan seisinya,...



--Bie--



1 komentar: