Selasa, 20 September 2011

Tour De Museum (Part I) : "Museum Tugu Pahlawan"


Saat itu awan begitu gemuk bergulung-gulung di langit, mencoba menyelimuti teriknya matahari di kala penat. Pasir-pasir saling bersahutan tersapu angin panas, dan dedaunan mulai enggan untuk berayun lagi siang itu. Pikiran manusia adalah bagai percikan listrik yang saling berlalu lalang di tempat-tempat termanis di negeri ini. Mereka saling memadu kasih dengan kertas-kertas berharga, saling berteriak di gudang-gudang mimpi yang sunyi, dan berlari tanpa batas di ruang-ruang hampa sejarah negeri ini. Aku mulai berpikir tentang bagaimana bangsa ini menjadi besar, dan lembaran sejarah pada waktu lalu telah mengusikku untuk berkunjung ke tempat-tempat yang penuh cerita masa lalu.

Menghidupkan kembali semangat masa lalu sebenarnya bukan sesuatu yang mudah. Waktu yang serasa berputar dengan cepat membuat seakan hari-hari tidaklah penting jika digunakan untuk kembali ke masa lalu. Dan kami pun sebenarnya berpikir juga demikian. Aku dan Dicky adalah dua orang yang saat ini sedang mengalami masa-masa menjadi pengangguran setelah masa pengabdian kami sebagai dokter muda di rumah sakit telah selesai, dan kini kami hanya tinggal menunggu yudisium. Prosesi yang akan menentukan apakah kami dapat segera menjadi dokter atau tidak. Siang itu kami berdiskusi tentang hal-hal teknis mengenai pasien-pasien kami kelak, juga berdiskusi banyak tentang masa depan, dan sesekali bercanda tentang masa-masa sekarang. Banyak berbicara membuat kami bosan dan mulai bingung tentang rencana jangka pendek saat ini. Rencana yang harus kita putuskan dalam hitungan menit supaya kebosanan ini tidak menjadi akut. Karena kalau tidak, kami pastikan hari ini akan berlalu begitu saja tanpa arti. 

,.....Dicky adalah seorang yang tertarik dengan sejarah dan dia pulalah yang mencetuskan ide untuk pergi ke Museum Tugu Pahlawan. Aku sendiri langsung terinspirasi, dan secara spontan aku langsung meng-iyakan ajakan Dicky. Tetapi satu museum terlalu singkat untuk membunuh waktu hari ini, aku tawarkan lebih banyak museum lagi dan Dicky setuju, hingga akhirnya kita berdua sepakat jika hari ini kita akan jalan-jalan kota Surabaya dengan tema "Tour De Museum",....dengan museum pertama yang kita kunjugi adalah Museum Tugu Pahlawan,...


,.....Untuk mencapai museum ini tidaklah sulit, terlebih kami berdua hanya menggunakan motor untuk jalan-jalan. Satu hal yang cukup menyesakkan hanya cuaca siang itu yang panas sekali, dan aku yakin tidak ada lagi kota di Indonesia ini yang sepanas kota Surabaya sekalipun Jakarta. Intinya Monumen Tugu Pahlawan terletak tidak jauh dari Pasar Turi, JMP, Bank Indonesia, dan dan dan,....banyak lagi,...gampang lah pokoknya. Alamat lengkapnya ini :
Museum Tugu Pahlawan & Sepuluh Nopember
Jl. Pahlawan, Surabaya 60175, Indonesia.
Phone: +62 31 3571100 / Fax: +62 31 3571100

Jam 10.15 kami tiba di lokasi dan membayar parkir untuk si "Supri", motor kesayangan yang sudah melanglang buana di sekitar Jawa Timur. Sebenarnya, aktivitas seperti ini tidak akan jauh - jauh dari dokumentasi fotografi amatir dari Canon A-480 Powershot milikku, atau dengan kata lain bolehlah disebut "narsis". Tapi apapun itu, paling tidak ini akan menjadi kenangan untuk kami kelak. 

Mari kita mulai dari depan. Kita akan melihat patung dengan latar belakang tugu pahlawan di belakangnya. ada beberapa tiang bersejarah sisa-sisa bangunan yang runtuh akibat perang dengan tentara Inggris pada 10 November 1945 dulu,...

  
 Dicky yang sedang khidmat mengangkat tangan kanannya untuk hormat.
   
 
Aku sendiri memberi hormat setinggi-tingginya untuk para pahlawan negeri ini.  

"Dari sudut positif, kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian kita dengan sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang sehat (Bung Karno)."

Kutipan ini aku ambil dari salah satu pidato Bung Karno. Jelas sekali dikatakan bahwa kepribadian bangsa ini sangat tergantung dari bagaimana rasa kebangsaan dari masyarakat suatu bangsa. Sebenarnya ini merupakan cambuk bagi diriku sendiri dan sekaligus sebagai media pengingat bahwa kita tidak boleh untuk tidak ikut memikirkan bangsa ini. Lakukan sekecil apapun yang bisa kita lakukan untuk kebaikan dan kemajuan bangsa ini. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya" (Bung Karno).

Cukup diplomasinya, mari kita lanjutkan tema kita. Dari depan, seperti yang ada pada gambar. Bahwa pemandangan pertama yang akan kita jumpai adalah dua patung Proklamator kita. Selanjutnya kita akan berjalan menyusuri taman di sebelah kiri area Museum, dimana sepanjang taman ini akan terdapat beberapa patung dan pepohonan. 



Berlagak Hormat aja,....


   
  

Ada sebuah prasasti di sana,..dan kami pun tidak melewatkan momen untuk berfoto dengan latar belakang Tugu Pahlawan di belakangnya. Secara jelas tulisan yang ada dalam batu adalah seperti yang ada di bawah ini.


Batu ini terletak persis di depan pintu masuk Museum. Dan untuk masuk Museum kita harus membayar uang registrasi masuk sebebsar Rp. 2000,- / orang. Cukup murah untuk mengenal sejarah dari kota Pahlawan ini. Ketika masuk ke ruangan Museum, kita akan menuruni tangga dan menemui sebuah ruangan. Dan di ruangan yang akan kita temui ini, kita akan menemui beberapa koleksi museum berupa dokumentasi-dokumentasi penting tentang peristiwa bersejarah 10 November 1945. Ada patung-patung dan diorama peperangan jaman dahulu. Di bagian tengah terdapat patung pejuang. Bangunan Museum ini sebenarnya adalah suatu bangunan piramid yang masuk ke bawah sedalam 7 meter. Alasannya adalah supaya tidak mengganggu penampakan dari Tugu Pahlawan. Ketika kami keluar, ternyata bangunan ini pun sebenarnya belum selesai dan masih dalam pengerjaan.

 Pidato Bung Tomo



Koleksi-koleksi foto-foto Surabaya tempo dulu.

 Dicky sedang mengikuti rapat staf para pahlawan

 Hahahaha, sedang menonton video perjuangan bersama anak-anak TK,..


Team Lengkap,.."Tour De Museum"

,....Sejarah adalah segala sesuatu yang telah terlewati oleh masa kini. Berbagai peristiwa telah terjadi dan beberapa saksi telah gugur dalam heningnya nurani yang abadi dengan cita-citanya yang luhur. Aku sebagai pribadi yang awam akan politik, menyampaikan dalam kegelisahan hati yang paling dalam akan nasib bangsa ini. Aku sendiri takut berteriak, karena bagiku itu sama saja dengan bunuh diri. Kesannya seperti seakan-akan aku ini mampu menyelesaikan masalah. Tetapi bersikap acuh juga bukan solusi, karena tetap hati ini kesal melihat saudara-saudaraku tertekan akan suasana negeri ini yang mulai tidak bersahabat.



 Senjata-senjata yang dipergunakan pada perang perlawanan arek-arek suroboyo terhadap tentara Inggris

Tank-nya mantab. Terletak di luar area Museum.

,....Negara ini telah kacau oleh orang-orang yang disilaukan oleh gelimang kekuasaan. Hingga idealisme mereka tergerus oleh arus politik yang mengedepankan kepentingan kelompok dan golongan. Nilai-nilai kebangsaan mulai luntur dan sejarah telah mereka lupakan. Patriotisme hanya sebatas nyanyian dan jiwa mereka sama sekali kosong akan nilai-nilai toleransi saat ini. Pagi ini aku melihat siswa SMA mulai berani main pukul, di sisi lain sekolah-sekolah mulai kehilangan atapnya, tembok-temboknya mulai rapuh dan siswa-siswa belajar di bawah terik matahari. Guru-guru tidak diijnkan mengajar dengan tenang karena gaji mereka di korupsi di tingkat dinas, Sehingga aku curiga bahwa lingkaran setan inilah akar dari permasalah kebangsaan nasional yang seharusnya diajarkan pada anak-anak mulai dari kecil.

Ah,...aku yakin pendidikan bukanlah satu-satunya alasan dasar. Permasalahan ekonomi tidak kalah penting. Kemiskinan yang tidak kunjung usai malah diperparah dengan berita-berita tentang peningkatan pertumbuhan ekonomi. Katakanlah semua itu benar tetapi pada kenyataannya masyarakat semakin sulit mendapat pekerjaan, harga-harga sembako sulit di jangkau dan dampaknya kriminalitas pun semakin merajalela sebagai akumulasi kekecewaan masyarakat tingkat bawah. Semua ini pulalah yang akan mempengaruhi rendahnya rasa kebangsaan masyarakat. Orang akan cenderung individualis dan tak mau tahu persoalan bangsa. Bangsa ini akan menjadi apatis dan saling mencurigai satu sama lain. Bangsa ini telah sampai pada titik dimana hidup tak lagi nyaman untuk bertegur sapa. Lama-kelamaan aku takut bangsa ini mulai melupakan sejarah masa lalu-nya. Kita tidak boleh pesimis, karena pesimis mematikan cita-cita. Kita kembalikan tujuan nasionalisme berlatar belakang rasa kebangsaan yang tinggi. Demi negara Indonesia tercinta kita, demi anak-anak muda negeri ini, dan demi Tanah Air kita tercinta.

Foto-foto yang lain :

 Bendera Batalion Suropati

 Foto Asli Tragedi Perobekan Bendera di Hotel Yamato



 Gedung Tentara Jepang Yang Saat Ini Jadi Lokasi Museum Tugu Pahlawan

  Surat Ancaman untuk Masyarakat Surabaya

 Surat Asli dari Brigadir Mallaby

 Brigadir Jend. Mallaby

 Radio Kesayangan Bung Tomo

“Untuk membangun suatu Negara yang Demokrasi, maka satu ekonomi yang merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi yang merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin kita tetap hidup”.
(Bung Karno, 1945)

Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan
mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan
itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan
gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.
[Pidato Bung Karno pada HUT Proklamasi, 1963]

Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita, saoedara-saoedara lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.
Sembojan kita tetap: Merdeka atau Mati.
(Bung Tomo)

Aku sengaja mengutip beberapa kata-kata dari para pemimpin besar bangsa ini kawan. Supaya kita ingat bahwa bangsa ini pernah dipimpin oleh seseorang yang besar. Demikian kisah perjalanan kami di Museum yang pertama. Nantikan perjalanan kami di Museum selanjutnya. Terima Kasih.




---bie--









Tidak ada komentar:

Posting Komentar