Senin, 03 Juni 2013

Muara Badak : Panggilan hati dan sebuah pengabdian,...


..................................
Sore ini adalah hari terakhir sebelum keberangkatanku menjemput mimpi. Aku menyibukkan diri memandangi istriku dan sedikit bersenda gurau sebelum besok kami akan berpisah sejenak. Hari-hari esok akan kuhabiskan untuk mengabdikan ilmu. Di sebuah daerah yang benar-benar baru pertama kali aku kunjungi, dan baru saja kupelajari beberapa hari terakhir. Daerah itu bernama Muara Badak, sebuah daerah penghasil energi di Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Setelah menyelesaikan kewajibanku mengabdi sebagai dokter Internsip selama satu tahun di Kabupaten Ngawi, aku mulai memikirkan sesuatu tentang masa depanku, keluarga kecilku ( saat ini istriku tengah mengandung 2 bulan ) dan tentu saja ummi serta adikku.

Sebagai laki-laki tertua yang diandalkan keluarga dan tentu saja sangat diharapkan dapat membantu ekonomi keluarga, terus terang aku bingung harus kemana. Tapi atas Karunia dari Allah SWT, Allah telah memudahkan segalanya bagiku, setidaknya ada beberapa pilihan tujuan untuk aku bisa mengabdikan ilmu sebagai dokter. Sebelum menyelesaikan kontrak di Ngawi, Alhamdulillah aku telah diterima di sebuah Rumah Sakit Swasta besar di Lamongan yaitu Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan, selain itu aku juga telah bekerja di beberapa Klinik Swasta di Surabaya sambil mengajar sebagai Ko-Instruktur Tramed di Kampus.

Tapi pertemuan yang terjadi secara tidak sengaja dengan dr. Maghrizal Roychan, senior satu tingkat di kampus sedikit merubah segalanya. Tepatnya bulan Desember awal ketika aku akan mengikuti pelatihan ATLS di Jakarta bersama dr. Angga Fiandana (PPDS Ortho), aku bertemu Mas Rizal sedang menunggu keberangkatan pesawat menuju Balikpapan dari Bandara Juanda Surabaya. Saat itu beliau baru saja menyelesaikan pelatihan ATLS di Surabaya. Nah, di momen inilah Mas Rizal banyak bercerita tentang dimana saat ini dia bekerja. Ternyata dia bekerja di BOHC (Badak Occupational Health Clinic), Mas Rizal bercerita tentang beberapa pengalaman medisnya di sana dan kebetulan bulan Maret tahun 2013 dia mau resign untuk melanjutkan studi PPDS, sehingga otomatis dia akan butuh pengganti. Entah apa yang kupikirkan saat itu, tapi aku langsung saja mengajukan diri untuk menggantikannya bekerja di sana. Di sinilah awal mula kenapa aku bisa bekerja di Muara Badak.

.........................
...............................
Aku telah menikah dan istriku tercinta tengah mengandung buah hati kami. Apakah aku akan meninggalkannya sejenak untuk mengabdikan ilmu ke Kalimantan ?? Masih dalam perdebatan di alam sadar, tapi aku yakin istriku akan mengerti. Aku butuh dia tetap di Bojonegoro untuk menemani Ummi dan beberapa alasan lain. 

Sebenarnya ada sebuah janji yang harus ditepati, dan bagaimanapun janji tetaplah janji yang harus ditepati. Aku telah memutuskan sejak jauh hari sebelumnya atau bahkan sebelum aku lulus menjadi dokter, bahwa aku harus mengabdikan ilmu ini ke pedalaman Nusantara. Janji ini terucap ketika aku menjalani hari-hari sebagai mahasiswa kedokteran dan mendapat banyak sharing pengalaman dari guru-guru terbaik di UNAIR. Terinspirasi dari banyak dokter yang telah mengabdikan ilmunya di daerah-daerah. Pulau Jawa terlalu banyak dokter akhir-akhir ini.

Waktu itu aku membayangkan bahwa aku harus mengambil PTT untuk bisa memenuhi janjiku ini. Asal tahu saja, sebenarnya janjiku ini pulalah yang membuatku mencintai kegiatan alam bebas seperti mendaki gunung. Sayangnya untuk tahun ini, pembukaan PTT baru di buka bulan Juni. Itu terlalu lama buatku yang tentu saja harus segera kembali bekerja setelah menyelesaikan kontrak di Ngawi karena sudah memiliki istri dan calon anak. Mungkin inilah jawaban dari pertemuanku dengan Mas Rizal dulu. Allah telah menunjukkan jalan yang demikian bagiku dan patut bagiku untuk bersyukur.

Singkat cerita, akhirnya aku memutuskan untk mengalihkan jalan pengabdianku ke sebuah daerah kecil di Kalimantan Timur bernama Muara Badak. Aku rasa mengabdi tidak harus ke Papua atau ke daerah lain. Kalimantan juga dapat dijadikan tempat untuk mengabdi sebagai dokter. Dan demikianlah hingga saat ini aku masih bekerja di sebuah klinik bernama BOHC dan berbagai pengalaman baru telah aku  dapatkan di sini.

Kecamatan Muara Badak merupakan salah satu wilayah penghasil minyak bumi dan gas (migas) di Kutai Kartanegara yang eksplorasi dan ekspoitasinya saat ini dikerjakan oleh perusahaan migas multinasional asal Amerika Serikat VICO Indonesia. Namun tidak mengalami pembangunan yang layak dari Pemerintah Kabupaten. Padahal eksplorasi ini sudah dimulai sejak tahun 1970-an.

Dibutuhkan peran serta pemerintah untuk merealisasikan kecamatan ini menjadi salah satu sumber objek wisata yang menjanjikan. Apabila kita melihat kondisi Muara Badak saat ini, sangat disesalkan apabila disebut Kutai Kertanegara sebagai salah satu kabupaten terkaya di Indonesia.

Berbagai karakter masyarakat aku temui di sini. Berbagai kasus medis aku temukan di sini, beragam pengalaman dan budaya telah berhasil membuatku mengagumi daerah lain di salah satu penjuru Nusantara ini. Aku memantabkan hati dalam keheningan malam, mendengar angin bernyanyi pelan dan membisikkan sesuatu dalam kalbu, bahwa aku akan tetap menikmati budaya-budaya negeri ini dan tentu saja keindahan alam Pulau Borneo.

Sambil memandang langit dan menyibak kelambu bayang-bayang masa kemarin, aku lalu terbangun untuk kemudian menatap masa depan. Aku pegang kedua tangan istriku dan mencium keningnya sejenak. aku katakan ini takkan lama, berjuanglah untuk anak kita dan aku akan berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Aku pergi untuk memenuhi janji, menatap matahari lain di seberang pulau, dan aku harap aku masih bisa menyusuri pantai-pantai pasir yang sedikit berkerikil sekali lagi.

...................................
Aku menulis untukmu sayangku
melawan kebosanan menegur mimpi dalam senja
menyibak semak dengan daun berduri yang menyakiti jari jari
lalu terbangun pada sendu di langit biru
aku tertawa sejenak mengusir rasa lelah
merangkai kisah demi kisah perantauan
mengukir cinta di pesisir tanah ikan
mencium bau pasir yang ribut saling berbisik
dan berharap dapat menatap surya
di balik pepohonan sawit yang rindang
aku telah pergi untuk kembali
aku akan menepati janji untuk mengabdi
kuatkanlah aku Ya Allah,...
kuatkanlah aku dalam perantauan ini,...


Demikianlah cerita singkat awal keberangkatanku ke sebuah daerah kecil bernama Muara Badak.

--Bie--

2 komentar: